Kamis, 13 November 2014

PENGERTIAN HUKUM AGRARIA

Dalam bahasa Latin agrarian berasal dari kata ager dan agrarius. Kata ager berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius mempunyai arti sama dengan “perladangan, persawahan, pertanian[1].
Dalam termonologi bahasa Indonesia, agrarian berarti urusan tanah pertanian, perkebunan, sedangkan dalam bahasa inggris kata agrarian diartikan agrarian yang selalu diartikan tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian.

Selain pengertian di atas, pengertian agrarian dapat pula diketemukan dalam Undang – Undang Pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA. Pengertian agrarian meliputi bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Pasal 1 ayat (2)). Sementara itu pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air (Pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat (1)).

Boedi Harsono memasukan bumi meliputi apa yang dikenal dengan sebutan Landas Kontinen Indonesi (LKI). LKI merupakan dasar laut dan tubuh bumi di bawahnya di luar perairan wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan dengan Undang – Undang Nomor 4 Prp 1960 sampai ke dalam 200 meter atau lebih, dimana masih mungkin diselenggarakan eksploitasi dan eksplorasi kekayaan alam. Penguasaan penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di LKI tersebut pada Negara RI ( Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1973 (LN 1973-1, TLN 2994)[2].

Boedi Harsono juga mengatakan bahwa pengertian air meliputi baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat (5)). Dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan ( yang telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air) talah diatur pengertian air yang tidak termasuk dalam arti yang seluas itu. Hal ini meliputi air yang terdapat di dalam dan atau yang berasal dari sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi air yang terdapat di laut (Pasal 1 angka 3)[3].

Berkaitan dengan pengertian tersebut, dalam UUPA diatur pula mengenai pengertian kekayaan alam yang terkandung didalamnya, termasuk di dalamnya bahan galian, mineral biji – bijian dan segala macam batuan, termasuk batu – batuan mulia yang merupakan endapan – endapan alam ( UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pertambangan). Untuk pengertian mengenai kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah ikan dan semua kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah ikan dan semua kekayaan yang berada di dalam perairan pedalaman dan laur wilayah Indonesia ( UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Perikanan jo. UU Nomor 31 Tahun 2004). Pada tahun 1983 hak atas kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi dan air terwujud dengan keluarnya UU Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Pengertian ZEE meliputi jalur perairan dengan batas terluar 200 mil lau diukur dari pangkal laut wilayah Indonesia. Dalam ZEE ini diatur hak berdaulat untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi dan lain –lainya atas sumber daya alam hayati dan nonhayati yang terdapat di dasar laut serta tubuh bumi di bawah dan air di atasnya.

Berkaitan dengan pengertian agrarian di atas, tujuan pokok yang ingin dicapai dengan adanya UUPA, yaitu:

1. Meletakkan dasar – dasar bagi penyususnan hukum agrarian nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan Rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

2. Meletakkan dasar – dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

3. Meletakkan dasar – dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak – hak atas tanah bagi rakyat keseluran.

Dengan mengacu pada tujuan pokok diadakannya UUPA jelaslah bahwa UUPA merupakan sarana yang akan dipaki untuk mewujudkan cita – cita bangsa dan Negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD NRI 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa Indonesia.


[1] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang – Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 1994, hlm 4.

[2] Ibid.,hlm 5.

[3] Ibid.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar