Senin, 17 November 2014

BAGAIMANA CARA PENETAPAN GANTI KERUGIAN ATAS TANAH

Tata Cara Penetapan Ganti Kerugian

Apabila penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian atas tanah tidak diterima oleh pemegang ha katas tanah akibat pencabutan sesuai ketentuan dalam Pasal 8 UU Nomor 20 Tahun 1961, Pengadilan berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus tersebut. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak – Hak Atas Tanah dan benda – benda yang ada di atasnya. Dalam Pasal 2 PP Nomor 39 Tahun 1973 dinyatakan sebagai berikut.

Permintaan banding tersebut pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini diajukan kepada Pengadilan Tinggi yang daerah kekuasaannya meliputi tanah dan atau benda – benda yang haknya dicabut, selambat- selambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan Presiden dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 20 Tahun 1961 tersebut disampaikan kepada yang bersangkutan.

Dalam kaitannya dengan ketentuan dalam Pasal 2 di atas, maka pemohon banding mengajukan permohonan baik tertulis maupun secara lisan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 3 PP Nomor 39 Tahun 1973 dinyatakan sebagai berikut.

Permintaan banding disampaikan dengan surat atau dengan lisan kepada panitera Pengadilan Tinggi dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini. Panitera membuat catatan tentang permintaan banding diterima apabila terlebih dahulu telah dibayar biaya perkara yang ditetapkan oleh ketua Pengadilan Tinggi. Apabila ternyata peminta banding tidak mampu, maka atas pertimbangan Ketua Pengadilan Tinggi, ia dapat dibebaskan dari pembayaran biaya perkara tersebut pada ayat (2) pasal ini.

Untuk kelancaran dan kecepatan pemeriksaan terhadap permohonan banding tersebut, maka Pengadilan Tinggi menentukan jangka waktu lamanya pemeriksaan. Dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa selambat – lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya banding, perkara tersebut harus sudah diperiksa oleh Pengadilan Tinggi yang bersangkutan. Pemeriksaan dan putusan dijatuhkan dalam waktu yang sesingkat – singkatnya.

Berkaitan dengan pemeriksaan perkara tersebut, untuk memperlancar jalannya pemeriksaan, maka pengadilan tinggi dapat memanggil para pihak untuk didengar keterangannya masing – masing (Pasal 5 ayat (1)). Selanjutnya permintaan keterangan dari para pihak dapat dilimpahkan oleh pengadilan tinggi ke pengadilan Negeri,dimana tanah dan benda tersebut terletak (ayat (2)).

Pertimbangan pemerintah memberikan kesempatan kepada para pemegang ha katas tanah, yang tidak mau menerima besarnya ganti kerugian walaupun sudah mendapat keputusan dari presiden, dimaksudkan agar pelaksanaan pencabutan ini dilakukan secara bijak dan hati – hati. Sebab dengan dilakukannya pencabutan, maka para pemegang ha katas tanah semula telah melepaskan haknya tersebut. Prinsip kehati- hatian ini membuat presiden mengeluarkan Instruksi Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak –Hak Atas Tanah dan Benda – Benda di Atasnya. Dalam instruksi tersebut ditujukan kepada semua menteri dan gubernur seluruh Indonesia, bahwa:

Pencabutan hak – hak atas tanah dan benda – benda yang ada di atasnya supaya hanya dilaksanakan benar – benar untuk kepentingan umum dan dilakukan dengan hati – hati serta dengan cara- cara yang adil dan bijaksana, segala sesuai dengan ketentuan – ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Dalam instruksi presiden ini telah ditentukan pembangunan yang bersifat kepentingan umum, yaitu apabila kegiatan tersebut menyangkut:

a. Kepentingan bangsa dan Negara, dan atau
b. Kepentingan masyarakat luas, dan/atau
c. Kepentingan rakyat banyak, dan/atau
d. Kepentingan pembangunan.

Berkaitan dengan poin diatas, menyangkut kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum, maka dalam instruksi presiden ini pula telah ditetapkan bidang pembangunan yang termasuk dalam kategori besifat kepentingan umum sebagi berikut:

a. Pertanahan
b. Pekerjaan umum
c. Perlengkapan umum
d. Jasa umum
e. Keagamaan
f. Ilmu pengetahuan dan seni budaya
g. Kesehatan
h. Olahraga
i. Keselamatan umum terhadap bencana
j. Kesejahteraan social
k. Makam/kuburan
l. Pariwisata dan rekreasi
m. Usaha- usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum.

Suatu hal yang dapat disalut dari adanya instruksi presiden ini menyangkut mengenai penghargaan terhadap pemegang hak atas tanah yang akan dicabut dengan alasan demi kepentingan umum, karena alasan sangat mendesak. Hal ini diatur dalam Pasal 4 instruksi Presiden ini sebagai berikut.

Dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang ha katas tanah yang bersangkutan, maka penguasaan atas tanah dalam keadaan yang sangat mendesak sebagai dimaksud dalam Pasal 6 UU Nomor 20 tahun 1961(LN Tahun 1961 Nomor 288) hanya dapat dilakukan apabila kepentingan umum menghendaki adanya:

a. Penyediaan tanah tersebut diperlukan dalam keadaan sangat mendesak, dimana penundaan pelaksanaannya dapat menimbulkan bencana alam yang mengancam keselamatan umum;
b. Penyediaan tanah tersebut sangat diperlukan dalam suatu kegiatan pembangunan yang oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah maupun masyarakat luas oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah maupun masyarakat luas oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah maupun masyarakat lua pelaksanaannya dianggap tidak dapat ditunda – tunda lagi.

Menelaah ketentuan dalam instruksi presiden di atas, maka pencabutan ha katas tanah dengan alasan dalam keadaan yang sangat mendesak merupakan persyaratan yang sangat berat. Sebab dengan adanya persyaratan mengenai dapat dilakukan dengan alasan menimbulkan bencana alam yang akan mengancam keselamatan umum merupakan persyaratan yang sangat sulit. Begitu pula dengan dalih suatu pembangunan yang tidak dapat ditunda, kalau ditunda akan berdampak sangat luas kepada masyarakat. Ini juga persyaratan yang sangat sulit untuk dibuktikan. Oleh karena itu, kesimpulannya bahwa pelaksanaan pencabutan ha katas tanah merupakan instrument hukumyang sangat melindungi kepentingan pemegang ha katas tanah[1].

[1] Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta,2006..
[2] http://qudchieuj.blogspot.com/

1 komentar :