BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Di Indonesia, seiring dengan perkembangan dan
perubahan tatanan kehidupan bangsa yang sesuai dengan tuntutan rakyat, telah memunculkan arus perubahan yang
bernama reformasi. Reformasi mengharuskan pemerintah melakukan perubahan dan
penyesuaian kebijaksanaan, salah satunya kebijaksanaan pada otonomi daerah.
Kebijaksanaan itu mengarahkan kepada perkembangan yang berkelanjutan,
mewujudkan integritas dan sinergi dalam pelaksanaan pembangunan yang
terkonsentrasi dari daerah.
Adapun yang menjadi sumber utama
kebijaksanaan umum yang mendasari pembentukan dan penyelenggaraan Pemerintahan
di Daerah adalah pasal 18 Undang – Undang Dasar 1945.
Pada dasarnya Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
merupakan suatu pemecahan permasalahan yang terjadi menyangkut pelaksanaan
pemerintahan di daerah. Sejak berlakunya Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 , Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 banyak konflik yang terjadi antara DPRD dengan Kepala Daerah,
maka jelaslah kondisi seperti ini menunjukkan kekuasaan DPRD menjadi ancaman
terhadap kedudukan Kepala Daerah, sehingga Kepala Daerah mudah tunduk pada
kemauan DPRD. Berdasarkan pengalaman yang terjadi pada waktu pemberlakuan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999
tersebut, maka timbul keinginan untuk merevisi kembali
undang-undang tersebut.
Realisasinya yaitu lahirnya Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah
satu hal yang fundamental dari ketentuan dari Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah ketentuan untuk melaksanakan
pemilihan Kepala Daerah secara demokratis dan langsung yang dilakukan oleh
rakyat. Sedangkan sebelumnya Kepala Daerah dipilih oleh DPRD atau pemilihan
tidak langsung. Hal demikian tentu akan berdampak pula terhadap
pertanggungjawaban Kepala Daerah menurut Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah diamanahkan bahwa
tugas dan kewenangan sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah
melalui desentralisasi kewenangan dan dengan memperkuat otonomi daerah. Di era
otonomi daerah menuntut adanya keterbukaan, akuntabilitas, ketanggapan, dan
kreatifitas dari segenap aparatur Negara, sehingga peran kepemimpinan sangat
dibutuhkan.
Pada setiap negara di dunia penuh kompetisi, sangat diperlukan kemampuan seorang pemimpin dan sumber daya aparatur untuk memberikan tanggapan atau responsive terhadap berbagai tantangan secara akurat, bijaksana, adil dan efektif. Demikian penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “Kepemimpinan Kepala Daerah dalam Otonomi Daerah”.
Pada setiap negara di dunia penuh kompetisi, sangat diperlukan kemampuan seorang pemimpin dan sumber daya aparatur untuk memberikan tanggapan atau responsive terhadap berbagai tantangan secara akurat, bijaksana, adil dan efektif. Demikian penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “Kepemimpinan Kepala Daerah dalam Otonomi Daerah”.
2. Dasar Hukum
·
Pasal
18 Undang – Undang Dasar 1945. Yang berbunyi :
1.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.** )
2.
Pemerintah
daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.**)
3.
Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.** )
4.
Gubernur,
Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.**)
5.
Pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.**)
6.
Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.** )
7.
Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.**
)
·
Undang
– Undang
Nomor 5 Tahun 1974
·
Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999
·
Undang
– Undang Nomor 32 Tahun
2004
·
Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007
3. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas dapatlah dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
kepemimpinan pada era otonomi daerah?
2.
Bagaimana
pertanggungjawaban Kepala Daerah setelah berlakunya UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah?
3. Bagaimana
wujud pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Rakyatnya?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Kepemimpinan era otonomi daerah
Memasuki perubahan dunia yang begitu cepat, kita dihadapkan
paling tidak dua tantangan, yaitu tantangan perubahan dari masyarakat agraris
kemasyarakat industri , dan tantangan dalam menerima arus perubahan peradaban
masyarakat pasca Industri. Kondisi ini pada akhirnya melahirkan berbagai
tuntutan baru masyarakat dan lingkungannya terhadap perubahan dan penyusuaian
paradigma dan praktek kepemimpinan dalam pemerintahan dan pembangunan.
Dalam pembahasan berbagai literatur antara kepemimpinan dan
pemimpin seringkali dibahas secara bersamaan dan seringkali susah dibedakan
antara keduanya. Sebelum membahas lebih jauh tentang kepemimpinan, maka
terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi tentang pemimpin. Menurut
Robert Roy dalam Siagian, (1991:51) pemimpin adalah orang yang mampu
menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan, menurut Kartini Kartono, (1992 :
3) pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kemampuan akan kelebihan
khususnya disatu bidang sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Kemudian menurut Sadly (1990:57) mengemukakan bahwa pemimpin
can kepemimpinan merupakan dua istilah yang biasa dibedakan tetapi sama sekali
tidak dapat dipisahkan, kedua-duanya dapat diumpamakan sebagai dua sisi mata
uang yang sama. Pemimpin pengacuh pada orangnya/manusianya, sedangkan
kepemimpinan terutama mengacuh pada sifat, gaya, perilaku dan seni. Seorang
pemimpin dapat saja memiliki beberapa gaya kepemimpinan, namun demikian
senantiasa pada diri seseorang pemimpin akan nampak gaya kepemimpinan yang
paling menonjol.
Kepemimpinan sulit didefinisikan secara tepat. Oleh karena
itu, banyak pakar mencoba memperkenalkan defenisinya sesuai versi
masing-¬masing. Misalnya, John priffner dalam Miftah Thoha (1994:46) memberikan
defenisi kepemimpinan sebagai berikut : “kepemimpinan adalah seni untuk
mengkoordinasikan dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan yang di inginkan”
Kepemimpinan memegang peranan penting dalam setiap aktivitas
dalam organisasi terutama dalam proses pencapaian tujuan. Sebelum membahas
lebih lanjut gaya kepemimpinan situasional dari Paul Hersey dan Kenneth H.
Blanchard, maka akan dikemukakan tipe-tipe kepemimpinan dalam organisasi yang
kemudian dikembangkan menjadi empat gaya kememimpinan situasional berdasarkan
perilaku.
Menurut Sondang P.Siagian dalam Soewarno Handayaningrat (1986;73) mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut:
Menurut Sondang P.Siagian dalam Soewarno Handayaningrat (1986;73) mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut:
·
Tipe
kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan otokratis adalah kepemimpinan yang lebih
menganggap organisasi sebagai milik pribadi yang oleh orang lain hanya sebagai
pelaksanaan atau hanya bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam organisasi. Adapun ciri-ciri dari tipe kepemimpinan otokratis adalah
sebagai berikut :
a)
Mengidentikkan
antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi sama.
b)
Menganggap
organissi sebagai milik pribadi.
c)
Menganggap
bawahan sebagai alat semata-mata,
d)
Tidak
mau menerima kritik, saran dan pendapat,
e)
Terlalu
bergantung kepada kekuasaan formalnya.
f)
Dalam
tindakan pergerakannya sering menggunakan approach yang mengandung unsur
paksaan dan punitif (bersifat menghukum).
Dari sifat-sifat diatas jelas terlihat bahwa tipe pemimpin
yang demikian tidak tepat untuk suatu organisasi modem di mana hak-hak asasi
manusia yang menjadi bawahan itu harus dihormati.
·
Tipe
Kepemimpinan Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud
dengan seorang pemimpin tipe militeris berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat :
a)
Dalam
menggerakkan bawahan sistem perintah lebih sering digunakan ;
b)
Dalam
menggerakkan bawahan senang tergantung kepada pangkat dan jabatannya;
c)
Senang
kepada formalitas yang terlebih-lebihan;
d)
Menuntut
disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya;
e)
Sukar
menerima kritikan dari bawahannya;
f)
Menggemari
upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Terlihat pula dari sifat-sifat tersebut bahwa seorang
pemimpin yang mititeristis bukan seorang pemimpin yang ideal.
·
Tipe
Kepemimpin Paternalistis
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistik
ialah seorang yang:
a)
Menganggap
bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b)
Bersikap
terlalu melindungi (overly protective)
c)
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan;
d)
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif;
e)
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan
fantasinya;
f)
Sering
bersikap maha tahu.
Harus diakui bahwa untuk keadaan tertentu, seorang pemimpin
yang demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifat-sifatnya yang negatif
mengalahkan sifat- sifatnya yang positif.
Tipe pemimpin yang paternalistic banyak terdapat
dilingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat
yang agraris. Popularitas pemimpin yang patemastistik oleh beberapa factor,
seperti:
a)
Kuatnya
ikatan primordial,
b)
“Extended
family System”.
c)
Kehidupan
masyarakat yang komunalistik,
d)
Peranan
adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat,
e)
Masih
dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyarakat
dengan anggota masyarakat lainnya.
·
Tipe
Kepemimpinan kharismatik.
Hingga sekarang ini para sarjana belum berhasil menemukan
sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui ialah
bahwa pemimpin yang demikian daya tarik yang amat besar dan karenanya umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu
sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
itu.
Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (Supernatural power) . kekayaan, umur kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk kharisma. Ghandi bukanlah seorang yang kaya. Iskandar Zulkarnaen bukanlah seorang yang fisik sehat. John F. Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki kharisma, meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Mengenai fropil, Ghandi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang “ganteng”.
Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (Supernatural power) . kekayaan, umur kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk kharisma. Ghandi bukanlah seorang yang kaya. Iskandar Zulkarnaen bukanlah seorang yang fisik sehat. John F. Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki kharisma, meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Mengenai fropil, Ghandi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang “ganteng”.
·
Tipe
Kepemimpinan Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa
tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modem
karena:
a)
Dalam
proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia
itu adalah mahluk yang paling mulia didunia.
b)
Selalu
berusaha mensingkronisasikan kepentingan dan tujuan pribadi dari para
bawahannya.
c)
Pemimpin
senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik-kritik dari bawahannya.
d)
Selalu
berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan.
e)
Dengan
ikhlas memberikan kebebasan yang seluas luasnya kepada bawahannya untuk berbuat
kesalahan yang kemudian dibanding dan diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi
berbaut kesalahan yang sama, akan tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan
yang lain.
f)
Selalu
berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.
g)
Berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe
demokratis bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. akan tetapi karena
pemimpin yang demikianlah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua
pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.
Hersey dan Kenneth H. Blanchard mengemukakan empat tipologi
pengikut terhadap empat gaya kepemimpinan. Karakteristik dan setiap gaya
kepemimpinan tersebut dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut:
1.
Gaya
Direktif Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusan -keputusan
penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan terpusat pada
pemimpin, dan sedikit kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang
diizinkan. Dengan kata lain, gaya pemimpin dengan pengarahan yang tinggi serta
dukungan yang rendah. Pemimpin mengatakan kepada pengikut apa, bagaimana,
kapan, dan dimana melakukan berbagai tugas_ Pengambilan keputusan sepenuhnya
diprakarsai oleh manajer, Komunikasi sebagian besar berlangsung satu arah.
2.
Gaya
Konsultatif. Gaya ini dibangun diatas gaya direktif, lebih banyak melakukan
Interaksi dengan para bawahan/staf dan anggota organisasi. Fungsi pemimpin
lebih banyak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberikan nasehat
dalam rangka mencapai tujuan. Gaya kepemimpinan konsultatif mempuyai gaya yang
pengarahannya tinggi serta dukungan tinggi. Pemimpin masih banyak memberikan
pengarahan tetapi juga berusaha mendengar keluhan-keluhan bawahan/pengikut
mengenai keputusan juga ide-ide dan saran dari bawahan. Kontrol terhadap
pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
3.
Gaya
Partisipatif. Gaya partisipatf bertolak dari gaya konsultatif yang biasa
berkembang kearah saling percaya antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin cenderung
memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai
tanggung jawab yang harus diselesaikan. Dalam gaya kepemimpinan ini lebih
banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi dorongan dalam proses
pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan partisipatif, pemimpin memberikan
dukungan yang tinggi dan pengarahan yang rendah. Kontrol terhadap pengambilan
keputusan sehari-hari dan pemecahan masalah berpindah dari pemimpin kepada
bawahan atau staf. Pemimpin memberikan penghargaan dan aktif mendengar serta
menfasilitasi pemecahan masalah.
4.
Gaya
Delegatif. Yaitu gaya yang mendorong kemampuan staf untuk mengambil inisiatif .
Kurang interaksi dan kontroi yang dilakukan oleh pemimpin sehingga gaya ini
hanya berjalan apabila staf memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan
akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi. Dengan kata lain gaya kepemimpinan
ini memiliki dukungan yang rendah dan pengarahan yang rendah pula kepada
bawahan_ Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah dengan bawahan sampai dicapai
kesepakatan bersama. Proses pengambilan keputusan di delegasikan sepenuhnya
kepada bawahan.
Menurut J. Kaloh, (2002,194) mengemukakan bahwa dalam
pengembangan kemampuan kepemimpinan khususnya sumber daya aparatur dalam era
otonomi daerah diperlukan pengembangan sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Kemampuan
untuk mengembangkan jaringan-jaringan kerja sama (network), Networking
diperlukan oleh karena manusia tidak lagi hidup terpisah-pisah tetapi
berhubungan satu sama lain. Manusia hidup tanpa sekat, sehingga yang dapat
survive adalah manusia yang ahli dalam networking. Dunia perdagangan bebas akan
semakin lancar apabila ada network.
2.
Kemampuan
kerjasama (teamwork). Setiap orang dalam masyarakat mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan keunggulan spesifikasinya. Kepemimpinan yang telah mengembangkan
spesifikasinya akan dapat membangun suatu teamwork yang pada gilirannya dapat
menghasilkan kerja yang unggul terutama dalam pemberian pelayanan kepada
masyarakat.
3.
Keinginan
melakukan kerja yang berkualitas tinggi. Seorang pemimpin adalah mereka yang
terus menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan
sesuatu sehingga kualitas yang dicapai had ini akan ditingkatkan hari esok dan
seterusnya. Otonomi daerah menghendaki adanya peran kepemimpinan yang maksimal
dalam memacuh dan mengembangkan daerahnya demi tercapainya kesejahteraan
masyarakat.
4.
Harus
diterima bahwa peranan kepemimpinan dalam organisasi sangat sentral dalam usaha
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya,
kemudian efektifitas kepemimpinan dari seorang pemimpin merupakan suatu hal
yang sangat didambakan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan
kepemimpinan tersebut.
5.
Salah
satu kriteria efektifitas kepemimpinan adalah kemampuan dalam pengambilan
keputusan. Yang dimaksud dengan kemampuan dalam mengambil keputusan tidak
terutama diukur dengan ukuran kuantitatif, dalam arti jumlah keputusan yang
diambil , tetapi jumlah keputusan yang diambil yang bersifat praktis, realistic
dan dapat dilaksanakan serta memperlancar usaha pencapaian tujuan organisasi.
Menurut J. Kaloh, (2002;116) mengemukakan bahwa dalam era
otonomi daerah salah satu unsur terpenting yang harus diperhatikan oleh
pemimpin adalah kemampuan bergelut dengan imajinasi dan kemungkinan-kemungkinan
yang melahirkan hubungan-hubungan serta temuan-temuan baru yang bermakna
tinggi, dengan berinteraksi pada gagasan-gagasan, orang, dan lingkungan hidup.
Unsur penting lain yang perlu diperhatikan kepemimpinan
dalam pelaksanaan Otonomi Daerah adalah dibentuknya kreativitas yang tinggi
dalam organisasi, seperti:
1. Pentingnya mendorong kreatifitas
pegawai, agar mampu menciptakan sesuatu yang baru yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
2. Melakukan perubahan cara kerja tradisional
menuju manajemen modern, pemerintahan yang bersih, akuntabilitas clan
pemberdayan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Disamping peran kepemimpinan tersebut diatas, tuntutan
otonomi daerah juga menghendaki adanya kemampuan pimpinan dalam meningkatkan
kemandirian daerah, pengembangan kebersamaan antara semua elemen masyarakat,
peningkatan kualitas dalam komunikasi dan sikap, berusaha melakukan pengurangan
pemborosan, menciptakan kepuasan kerja, penurunan pembiayaan yang dianggap
kurang bermanfaat, mendorong peningkatan produktivitas masyarakat di semua
sektor kehidupan usaha, peningkatan suasana kerja yang kondusif, mendorong
ketertibatan pegawai dalam setiap aktivitas kerja secara maksimal, meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam setiap pembangunan.
2. Pertanggungjawaban
Kepala Daerah setelah berlakunya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Sebelum membahas pertanggungjawaban Kepala Daerah terlebih dahulu dibahas
tentang pengertian pertanggungjawaban. Dalam teori pada ilmu hukum dikenal bermacam-macam pengertian
pertanggungjawaban, yaitu pertanggungjawaban politis dan pertanggungjawaban
kriminal. Pertanggungjawaban politis itu bersegi dua yaitu bersama-sama atau
sendiri-sendiri. Ada lagi pertanggungjawaban dalam arti sempit yaitu
pertanggungjawaban tanpa sanksi dan pertanggungjawaban dalam arti luas yaitu
pertanggungjawaban dengan sanksi.(Ismail Suny, 1983)
Pertanggungjawaban oleh Kepala Daerah mengenai pelaksanaan pemerintahan
daerah jika mengacu pada pendapat di atas dapat dikategorikan ke dalam
pertanggungjawaban dalam arti sempit karena pertanggungjawaban Kepala Daerah
menyangkut tanggungjawab mengenai tugas dan wewenang yang diemban sebagai
Kepala Daerah.
Menurut HAW Wijaya (2003 hal:155) Suatu laporan yang dibuat dan
dipertanggungjawabkan dalam suatu forum tertentu dan dalam jangka waktu
tertentu, dengan demikian laporan pertanggungjawaban adalah suatu
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas yang dilakukan selama jangka waktu
ditentukan apapun bentuk laporan, mekanisme dan waktu laporan diatur
berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan.
Di Indonesia dalam pelaksanaan Pemerintah Daerah khusus Kepala Daerah
mengenai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Pemerintah Daerah yaitu sebelum
berlakunya Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004. Laporan pertanggungjawaban Kepala
Daerah disampaikan kepada DPRD setempat yang memuat tentang tugas dan wewenang
yang dimiliki oleh Kepala Daerah. Artinya dalam hal ini Kepala Daerah
bertanggungjawab pada DPRD.
Sedangkan bila dilihat lebih lanjut pada Undang -Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 108
tahun 2000 Tentang Tatacara pertanggungjawaban
kepala daerah, mengenai
pertanggungjawaban Kepala Daerah yaitu berupa laporan yang disampaikan pada
DPRD. Laporan tersebut terdiri dari :
1. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran
2. Pertanggungjawaban akhir masa jabatan
3. Pertanggungjawaban untuk hal-hal tertentu
Pertanggungjawaban Kepala Daerah dinilai berdasarkan tolok ukur Renstra, dan
setiap Kepala Daerah wajib menerapkan Renstra yang dibuat 1 (satu) bulan
setelah Kepala Daerah dilantik dan Renstra tersebut ditetapkan dengan Perda
(Peraturan Daerah).
Dengan berlakunya Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
pertanggungjawaban Kepala Daerah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (2)
Undang
- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dikenal dengan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ). Hal ini berbeda dengan Undang-undang Pemerintahan
Daerah sebelumnya yang dikenal dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Pasal 27 ayat (2) Undang
- Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur “Selain mempunyai
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Daerah mempunyai kewajiban
pula untuk memberikan laporan daerah mempunyai kewajiban pula untuk memberikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah dan memberikan
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD serta menginformasikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat”.
Ketentuan ini mengamanatkan bahwa seorang Kepala Daerah diberikan kewajiban
untuk mempertanggungjawabkan atas penyelenggaraan pemerintah di daerah kepada
Pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Pusat) serta memberikan laporan
pertanggungjawaban kepada DPRD yang bersangkutan.
Kemudian lebih lanjut dikatakan pula pada Pasal 27 ayat (2) “Laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud ayat
(2) disampaikan pada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur dan
kepada Menteri Dalam Negeri melalaui Gubernur untuk Bupati/Walikota satu kali
dalam satu tahun”.
Apabila dilihat hal tersebut bahwa dengan berlakunya Undang
- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kepala
Daerah bertanggungjawab kepada Pemerintah Pusat yaitu Gubernur kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri serta Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur. Sedangkan pertanggungjawaban pada DPRD hanya berupa
keterangan yang tidak mempunyai sanksi hukum.
Untuk lebih jelasnya, laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap
pelaksanaan pemerintahan di daerah menurut Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004
adalah Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ). Jika
dilihat dari pengertian laporan tersebut adalah segala sesuatu yang dilaporkan,
berita yang dipertanggungjawabkan perbuatannya, bertanggungjawab sesuai dengan
yang dipertanggungjawabkan. (Yus Badudu dkk, 1999 hal:757)
Sedangkan keterangan yaitu menjelaskan sesuatu supaya jelas, sehingga dapat
dijelaskan bahwa laporan pertanggungjawaban merupakan sesuatu yang dilaporkan
yang menjelaskan sesuatu pertanggungjawaban kepada DPRD. (S. Wojowasito, 1999
hal:412).
Jadi substansi yang disebutkan dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah mengenai pertanggungjawaban
Kepala Daerah yaitu Laporan Keterangan Pertanggungjawaban dalam hal ini adanya
penggunaan kata keterangan jelas sekali menunjukkan disini hanya memberikan
keterangan atau penjelasan saja.
Karena sifatnya hanya memberikan penjelasan maka tidak bisa ditolak ataupun
diterima. Hal ini secara jelas menunjukkan perbedaan mengenai
pertanggungjawaban pada undang-undang Pemerintah Daerah sebelumnya.
Demikian pula karena sifatnya memberikan penjelasan atas penyelenggaraan
pemerintahan di daerah serta pelaksanaan APBD, dalam penyampaiannya dilakukan
secara menyeluruh terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki oleh Kepala Daerah
dalam laporan keterangan pertanggungjawaban yang diatur oleh Undang
- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam hal ini tidak bisa ditolak
atau diterima oleh DPRD karena sifatnya hanya keterangan. Begitu pula tidak
dapat dijadikan tolok ukur untuk pemberhentian Kepala Daerah atas laporan
keterangan pertanggunjawaban tersebut.
3. Pertanggungjawaban Kepala Daerah
kepada Rakyat.
Kewajiban Kepala Daerah tidak hanya memberikan Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tetapi juga wajib memberikan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada masyarakat sebagai aturan pelaksanaannya. Pada dasarnya
Kepala Daerah bekerja untuk kesejahteraan rakyak sebagaimana amanat Undang -
Undang Dasar 1945.
Oleh karena itu agar masyarakat luas mengetahui kewajiban
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka akan diuraikan aturan hukum yang
menguraikan tentang kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kepada
masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 27 Undang Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi:
(1)
Dalam
melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal
26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban:
a) memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b) meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c) memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat;
d) melaksanakan kehidupan demokrasi;
(Yang dimaksud dengan kehidupan demokrasi dalam ketentuan ini antara lain
penyerapan aspirasi, peningkatan partisipasi, serta menindaklanjuti pengaduan
masyarakat).
e) menaati dan menegakkan seluruh peraturan
per-undang-undangan;
f) menjaga etika dan norma dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
g) memajukan dan mengembangkan daya
saing daerah;
h) melaksanakan prinsip tata pemerintahan
yang bersih dan baik;
i)
melaksanakan
dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah;
j)
menjalin
hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat
daerah;
k) menyampaikan rencana strategis
penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
(2)
Selain
mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah mempunyai
kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada Peme-rintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada
DPRD, serta menginformasikan laporan penyeleng-garaan pemerintahan daerah
kepada masyarakat.
Penjelasan: yang dimaksud dengan
menginformasikan dalam ketentuan ini dilakukan melalui media yang tersedia di
daerah dan dapat diakses oleh publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk
Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/
Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4)
Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan
evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih
lanjut sesuai dengan peraturan per-undang undangan.
(5)
Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Oleh karenanya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hanya
diwajibkan memberikan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(ILPPD) kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (2) yang
kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat sebagai
aturan pelaksanaannya.
Di dalam Pasal 1 angka 10 Nomor 3 Peraturan Pemerintah Nomor
Tahun 2007 menyebutkan arti dan definisi Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah adalah informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
masyarakat. Sedangkan dalam pasal 27 dicantumkan segala sesuatu terkait dengan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tersebut sebagai berikut:
(1)
Kepala
daerah wajib memberikan informasi LPPD kepada masyarakat melalui media cetak
dan/atau media elektronik.
(2)
Informasi
LPPD kepada masyarakat disampaikan bersamaan dengan penyampaian LPPD kepada
Pemerintah.
(3)
Muatan
informasi LPPD merupakan ringkasan LPPD.
(4)
Masyarakat
dapat memberikan tanggapan atas informasi LPPD sebagai bahan masukan perbaikan
penyelenggaraan pemerintahan.
(5)
Tata
cara penyampaian informasi dan tanggapan atau saran dari masyarakat atas LPPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Dengan menyampaikan ILPPD kepada masyarakat bersamaan dengan
penyampaian LPPD kepada Pemerintah, maka dapat diartikan Kepala Daerah tersebut
telah memenuhi kewajibannya kepada masyarakat dan kepada Pemerintah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Atau dengan kata lain Kepala Daerah
tersebut telah memberikan hak masyarakat dan sebagai wujud pertanggungjawaban
atas pelaksanaan tugasnya dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerahnya yang
diberikan oleh masyarakat pada waktu Pemilihan Kepala Daerah.
Dalam peraturan perundangan disebutkan bahwa masyarakat
dapat memberikan tanggapan terhadap ILPPD yang diterimanya dari Kepala Daerah
sebagai umpan balik atau masukan bagi Kepala Daerah dalam memperbaiki dan
meningkatkan kinerjanya pada periode berikutnya. Dengan demikian akan terjalin
komunikasi intensif antara masyarakat dan Kepala Daerah yang pada gilirannya
nanti akan berakibat meningkatnya peranserta masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Akan tetapi banyak Kepala Daerah, baik Gubernur, Bupati
maupun Walikota yang kurang memperhatikan arti pentingnya penyampaian ILPPD
kepada masyarakat. Kebanyakan mereka lebih condong untuk menyampaikan LPPD
kepada pemerintah, padahal yang memilih seseorang menjadi Gubernur, Bupati
maupun Walikota adalah rakyat di daerah yang bersangkutan dan bukanlah
pemerintah.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tuntutan otonomi daerah juga menghendaki adanya kemampuan
pimpinan dalam meningkatkan kemandirian daerah, pengembangan kebersamaan antara
semua elemen masyarakat, peningkatan kualitas dalam komunikasi dan sikap,
berusaha melakukan pengurangan pemborosan, menciptakan kepuasan kerja,
penurunan pembiayaan yang dianggap kurang bermanfaat, mendorong peningkatan
produktivitas masyarakat di semua sektor kehidupan usaha, peningkatan suasana
kerja yang kondusif, mendorong ketertibatan pegawai dalam setiap aktivitas
kerja secara maksimal, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap pembangunan
daerah.
Dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kepala
Daerah bertanggungjawab kepada Pemerintah Pusat yaitu Gubernur kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri serta Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri
melalui Gubernur. Sedangkan pertanggungjawaban pada DPRD hanya berupa
keterangan yang tidak mempunyai sanksi hukum.
Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah hanya diwajibkan memberikan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (ILPPD) kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 27
ayat (2) yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007
tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
masyarakat.
2. Saran
Pada era otonomi ini masyarakat harus bertindak untuk
mencapai kesejahteraan sebagaimana terdapat pada Undang – Undang Dasar 1945.
Utamanya kaum intelektual yang mana dapat melihat kepemimpinan yang baik untuk
Negara Indonesia tercinta ini. Perlu keberanian dari rakyat untuk menuntut
pemerintah yang bertindak tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Untuk para pemimpin jangan dilupakan rakyat yang telah
memilih untuk mewakilinya. ILPPD merupakan kewajiban Kepala Daerah dan hak
masyarakat, maka dengan sendirinya masyarakat akan dapat menuntut haknya kepada
Kepala Daerah atas keterlambatan penyampaian ataupun tidak disampaikannya ILPPD
tersebut dengan disertai atau tidak disertai tuntutan ganti rugi.
Oleh karena itu diharapkan agar setiap Kepala Daerah untuk
memperhatikan penyampaian ILPPD kepada masyarakat agar tepat waktu sebagaimana
diatur dalam perundang-undangan untuk menghindari adanya tuntutan hukum dari
masyarakat didaerahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Undang – Undang Dasar 1945.
Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1974.
Undang- Undang
Nomor 22 Tahun 1999.
Undang
– Undang Nomor 32 Tahun
2004.
Peraturan
Pemerintah Nomor Tahun 2007.
Siagian,
S.P, 1994,Teori dan praktek kepemimpinan,
Rineka cipta, Jakarta
Kartono Kartini. 1986. Pemimpin dan Kepemimpinan. CV.
Rajawali Press. Jakarta
Thoha, Miftah, 1994. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Handayaningrat, Soewarno, 1984, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Manajemen CV. Haji Masagung,Jakarata.
J. Kaloh, 2002, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan
Lokal dan Tantangan Global, Rineka Cipta, Jakarta.
Wijaya, 2003, HAW. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli Bulat
Dan Utuh. Rajawali Pers Jakarta.
Suny Ismail, 1983, Pergeseran
Kekuasaan Eksekutif. Aksara Baru, Jakarta 1983.
Badudu Yus dkk, 1999,
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
Wojo Wasito, 1999,
Kamus Bahasa Indonesia Dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Pustaka Sinar Harapan. Malang.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar