Kamis, 30 Oktober 2014

Pertanggungjawaban Kepala Daerah Pada Era Otonomi Daerah



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar belakang
Di Indonesia, seiring dengan perkembangan dan perubahan tatanan kehidupan bangsa yang sesuai dengan tuntutan rakyat, telah memunculkan arus perubahan yang bernama reformasi. Reformasi mengharuskan pemerintah melakukan perubahan dan penyesuaian kebijaksanaan, salah satunya kebijaksanaan pada otonomi daerah. Kebijaksanaan itu mengarahkan kepada perkembangan yang berkelanjutan, mewujudkan integritas dan sinergi dalam pelaksanaan pembangunan yang terkonsentrasi dari daerah.
Adapun yang menjadi sumber utama kebijaksanaan umum yang mendasari pembentukan dan penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah adalah pasal 18 Undang – Undang Dasar 1945.
Pada dasarnya Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan suatu pemecahan permasalahan yang terjadi menyangkut pelaksanaan pemerintahan di daerah. Sejak berlakunya Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 , Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 banyak konflik yang terjadi antara DPRD dengan Kepala Daerah, maka jelaslah kondisi seperti ini menunjukkan kekuasaan DPRD menjadi ancaman terhadap kedudukan Kepala Daerah, sehingga Kepala Daerah mudah tunduk pada kemauan DPRD. Berdasarkan pengalaman yang terjadi pada waktu pemberlakuan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, maka timbul keinginan untuk merevisi kembali undang-undang tersebut.
Realisasinya yaitu lahirnya Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu hal yang fundamental dari ketentuan dari Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah ketentuan untuk melaksanakan pemilihan Kepala Daerah secara demokratis dan langsung yang dilakukan oleh rakyat. Sedangkan sebelumnya Kepala Daerah dipilih oleh DPRD atau pemilihan tidak langsung. Hal demikian tentu akan berdampak pula terhadap pertanggungjawaban Kepala Daerah menurut Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah diamanahkan bahwa tugas dan kewenangan sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah melalui desentralisasi kewenangan dan dengan memperkuat otonomi daerah. Di era otonomi daerah menuntut adanya keterbukaan, akuntabilitas, ketanggapan, dan kreatifitas dari segenap aparatur Negara, sehingga peran kepemimpinan sangat dibutuhkan.
Pada setiap negara  di dunia penuh kompetisi, sangat diperlukan kemampuan seorang pemimpin dan sumber daya aparatur untuk memberikan tanggapan atau responsive terhadap berbagai tantangan secara akurat, bijaksana, adil dan efektif. Demikian penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “
Kepemimpinan Kepala Daerah dalam Otonomi Daerah”.
2.      Dasar Hukum
·         Pasal 18 Undang – Undang Dasar 1945. Yang berbunyi :
1.      Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.** )
2.      Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.**)
3.      Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.** )
4.      Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.**)
5.      Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.**)
6.      Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.** )
7.      Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.** )
·         Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974
·         Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999
·         Undang – Undang  Nomor 32 Tahun 2004
·         Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007
3.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas dapatlah dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kepemimpinan pada era otonomi daerah?
2.      Bagaimana pertanggungjawaban Kepala Daerah setelah berlakunya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah?
3.      Bagaimana wujud pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Rakyatnya?













BAB II
PEMBAHASAN
1.      Kepemimpinan era otonomi daerah
Memasuki perubahan dunia yang begitu cepat, kita dihadapkan paling tidak dua tantangan, yaitu tantangan perubahan dari masyarakat agraris kemasyarakat industri , dan tantangan dalam menerima arus perubahan peradaban masyarakat pasca Industri. Kondisi ini pada akhirnya melahirkan berbagai tuntutan baru masyarakat dan lingkungannya terhadap perubahan dan penyusuaian paradigma dan praktek kepemimpinan dalam pemerintahan dan pembangunan.
Dalam pembahasan berbagai literatur antara kepemimpinan dan pemimpin seringkali dibahas secara bersamaan dan seringkali susah dibedakan antara keduanya. Sebelum membahas lebih jauh tentang kepemimpinan, maka terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi tentang pemimpin. Menurut Robert Roy dalam Siagian, (1991:51) pemimpin adalah orang yang mampu menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan, menurut Kartini Kartono, (1992 : 3) pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kemampuan akan kelebihan khususnya disatu bidang sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Kemudian menurut Sadly (1990:57) mengemukakan bahwa pemimpin can kepemimpinan merupakan dua istilah yang biasa dibedakan tetapi sama sekali tidak dapat dipisahkan, kedua-duanya dapat diumpamakan sebagai dua sisi mata uang yang sama. Pemimpin pengacuh pada orangnya/manusianya, sedangkan kepemimpinan terutama mengacuh pada sifat, gaya, perilaku dan seni. Seorang pemimpin dapat saja memiliki beberapa gaya kepemimpinan, namun demikian senantiasa pada diri seseorang pemimpin akan nampak gaya kepemimpinan yang paling menonjol.
Kepemimpinan sulit didefinisikan secara tepat. Oleh karena itu, banyak pakar mencoba memperkenalkan defenisinya sesuai versi masing-¬masing. Misalnya, John priffner dalam Miftah Thoha (1994:46) memberikan defenisi kepemimpinan sebagai berikut : “kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasikan dan memberikan dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang di inginkan”
Kepemimpinan memegang peranan penting dalam setiap aktivitas dalam organisasi terutama dalam proses pencapaian tujuan. Sebelum membahas lebih lanjut gaya kepemimpinan situasional dari Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, maka akan dikemukakan tipe-tipe kepemimpinan dalam organisasi yang kemudian dikembangkan menjadi empat gaya kememimpinan situasional berdasarkan perilaku.
Menurut Sondang P.Siagian dalam Soewarno Handayaningrat (1986;73) mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut:
·         Tipe kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan otokratis adalah kepemimpinan yang lebih menganggap organisasi sebagai milik pribadi yang oleh orang lain hanya sebagai pelaksanaan atau hanya bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam organisasi. Adapun ciri-ciri dari tipe kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut :
a)      Mengidentikkan antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi sama.
b)      Menganggap organissi sebagai milik pribadi.
c)      Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata,
d)     Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat,
e)      Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya.
f)       Dalam tindakan pergerakannya sering menggunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum).
Dari sifat-sifat diatas jelas terlihat bahwa tipe pemimpin yang demikian tidak tepat untuk suatu organisasi modem di mana hak-hak asasi manusia yang menjadi bawahan itu harus dihormati.
·         Tipe Kepemimpinan Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe militeris berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat :
a)      Dalam menggerakkan bawahan sistem perintah lebih sering digunakan ;
b)      Dalam menggerakkan bawahan senang tergantung kepada pangkat dan jabatannya;
c)      Senang kepada formalitas yang terlebih-lebihan;
d)     Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya;
e)      Sukar menerima kritikan dari bawahannya;
f)       Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Terlihat pula dari sifat-sifat tersebut bahwa seorang pemimpin yang mititeristis bukan seorang pemimpin yang ideal.
·         Tipe Kepemimpin Paternalistis
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistik ialah seorang yang:
a)      Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b)      Bersikap terlalu melindungi (overly protective)
c)      Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan;
d)     Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif;
e)      Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya;
f)       Sering bersikap maha tahu.
Harus diakui bahwa untuk keadaan tertentu, seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifat-sifatnya yang negatif mengalahkan sifat- sifatnya yang positif.
Tipe pemimpin yang paternalistic banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat yang agraris. Popularitas pemimpin yang patemastistik oleh beberapa factor, seperti:
a)      Kuatnya ikatan primordial,
b)      “Extended family System”.
c)      Kehidupan masyarakat yang komunalistik,
d)     Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat,
e)      Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
·         Tipe Kepemimpinan kharismatik.
Hingga sekarang ini para sarjana belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian daya tarik yang amat besar dan karenanya umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.
Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (Supernatural power) . kekayaan, umur kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk kharisma. Ghandi bukanlah seorang yang kaya. Iskandar Zulkarnaen bukanlah seorang yang fisik sehat. John F. Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki kharisma, meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Mengenai fropil, Ghandi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang “ganteng”.
·         Tipe Kepemimpinan Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modem karena:
a)      Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang paling mulia didunia.
b)      Selalu berusaha mensingkronisasikan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya.
c)      Pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik-kritik dari bawahannya.
d)     Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan.
e)      Dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibanding dan diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbaut kesalahan yang sama, akan tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain.
f)       Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.
g)      Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. akan tetapi karena pemimpin yang demikianlah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.
Hersey dan Kenneth H. Blanchard mengemukakan empat tipologi pengikut terhadap empat gaya kepemimpinan. Karakteristik dan setiap gaya kepemimpinan tersebut dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut:
1.      Gaya Direktif Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusan -keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan terpusat pada pemimpin, dan sedikit kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Dengan kata lain, gaya pemimpin dengan pengarahan yang tinggi serta dukungan yang rendah. Pemimpin mengatakan kepada pengikut apa, bagaimana, kapan, dan dimana melakukan berbagai tugas_ Pengambilan keputusan sepenuhnya diprakarsai oleh manajer, Komunikasi sebagian besar berlangsung satu arah.
2.      Gaya Konsultatif. Gaya ini dibangun diatas gaya direktif, lebih banyak melakukan Interaksi dengan para bawahan/staf dan anggota organisasi. Fungsi pemimpin lebih banyak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberikan nasehat dalam rangka mencapai tujuan. Gaya kepemimpinan konsultatif mempuyai gaya yang pengarahannya tinggi serta dukungan tinggi. Pemimpin masih banyak memberikan pengarahan tetapi juga berusaha mendengar keluhan-keluhan bawahan/pengikut mengenai keputusan juga ide-ide dan saran dari bawahan. Kontrol terhadap pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
3.      Gaya Partisipatif. Gaya partisipatf bertolak dari gaya konsultatif yang biasa berkembang kearah saling percaya antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung jawab yang harus diselesaikan. Dalam gaya kepemimpinan ini lebih banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan partisipatif, pemimpin memberikan dukungan yang tinggi dan pengarahan yang rendah. Kontrol terhadap pengambilan keputusan sehari-hari dan pemecahan masalah berpindah dari pemimpin kepada bawahan atau staf. Pemimpin memberikan penghargaan dan aktif mendengar serta menfasilitasi pemecahan masalah.
4.      Gaya Delegatif. Yaitu gaya yang mendorong kemampuan staf untuk mengambil inisiatif . Kurang interaksi dan kontroi yang dilakukan oleh pemimpin sehingga gaya ini hanya berjalan apabila staf memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi. Dengan kata lain gaya kepemimpinan ini memiliki dukungan yang rendah dan pengarahan yang rendah pula kepada bawahan_ Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah dengan bawahan sampai dicapai kesepakatan bersama. Proses pengambilan keputusan di delegasikan sepenuhnya kepada bawahan.
Menurut J. Kaloh, (2002,194) mengemukakan bahwa dalam pengembangan kemampuan kepemimpinan khususnya sumber daya aparatur dalam era otonomi daerah diperlukan pengembangan sifat-sifat sebagai berikut:
1.      Kemampuan untuk mengembangkan jaringan-jaringan kerja sama (network), Networking diperlukan oleh karena manusia tidak lagi hidup terpisah-pisah tetapi berhubungan satu sama lain. Manusia hidup tanpa sekat, sehingga yang dapat survive adalah manusia yang ahli dalam networking. Dunia perdagangan bebas akan semakin lancar apabila ada network.
2.      Kemampuan kerjasama (teamwork). Setiap orang dalam masyarakat mempunyai kesempatan untuk mengembangkan keunggulan spesifikasinya. Kepemimpinan yang telah mengembangkan spesifikasinya akan dapat membangun suatu teamwork yang pada gilirannya dapat menghasilkan kerja yang unggul terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.
3.      Keinginan melakukan kerja yang berkualitas tinggi. Seorang pemimpin adalah mereka yang terus menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan sesuatu sehingga kualitas yang dicapai had ini akan ditingkatkan hari esok dan seterusnya. Otonomi daerah menghendaki adanya peran kepemimpinan yang maksimal dalam memacuh dan mengembangkan daerahnya demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.
4.      Harus diterima bahwa peranan kepemimpinan dalam organisasi sangat sentral dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, kemudian efektifitas kepemimpinan dari seorang pemimpin merupakan suatu hal yang sangat didambakan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan kepemimpinan tersebut.
5.      Salah satu kriteria efektifitas kepemimpinan adalah kemampuan dalam pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan kemampuan dalam mengambil keputusan tidak terutama diukur dengan ukuran kuantitatif, dalam arti jumlah keputusan yang diambil , tetapi jumlah keputusan yang diambil yang bersifat praktis, realistic dan dapat dilaksanakan serta memperlancar usaha pencapaian tujuan organisasi.
Menurut J. Kaloh, (2002;116) mengemukakan bahwa dalam era otonomi daerah salah satu unsur terpenting yang harus diperhatikan oleh pemimpin adalah kemampuan bergelut dengan imajinasi dan kemungkinan-kemungkinan yang melahirkan hubungan-hubungan serta temuan-temuan baru yang bermakna tinggi, dengan berinteraksi pada gagasan-gagasan, orang, dan lingkungan hidup.
Unsur penting lain yang perlu diperhatikan kepemimpinan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah adalah dibentuknya kreativitas yang tinggi dalam organisasi, seperti:
1.      Pentingnya mendorong kreatifitas pegawai, agar mampu menciptakan sesuatu yang baru yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
2.      Melakukan perubahan cara kerja tradisional menuju manajemen modern, pemerintahan yang bersih, akuntabilitas clan pemberdayan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.
Disamping peran kepemimpinan tersebut diatas, tuntutan otonomi daerah juga menghendaki adanya kemampuan pimpinan dalam meningkatkan kemandirian daerah, pengembangan kebersamaan antara semua elemen masyarakat, peningkatan kualitas dalam komunikasi dan sikap, berusaha melakukan pengurangan pemborosan, menciptakan kepuasan kerja, penurunan pembiayaan yang dianggap kurang bermanfaat, mendorong peningkatan produktivitas masyarakat di semua sektor kehidupan usaha, peningkatan suasana kerja yang kondusif, mendorong ketertibatan pegawai dalam setiap aktivitas kerja secara maksimal, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap pembangunan.

2.      Pertanggungjawaban Kepala Daerah setelah berlakunya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebelum membahas pertanggungjawaban Kepala Daerah terlebih dahulu dibahas tentang pengertian pertanggungjawaban. Dalam teori pada ilmu hukum dikenal bermacam-macam pengertian pertanggungjawaban, yaitu pertanggungjawaban politis dan pertanggungjawaban kriminal. Pertanggungjawaban politis itu bersegi dua yaitu bersama-sama atau sendiri-sendiri. Ada lagi pertanggungjawaban dalam arti sempit yaitu pertanggungjawaban tanpa sanksi dan pertanggungjawaban dalam arti luas yaitu pertanggungjawaban dengan sanksi.(Ismail Suny, 1983)
Pertanggungjawaban oleh Kepala Daerah mengenai pelaksanaan pemerintahan daerah jika mengacu pada pendapat di atas dapat dikategorikan ke dalam pertanggungjawaban dalam arti sempit karena pertanggungjawaban Kepala Daerah menyangkut tanggungjawab mengenai tugas dan wewenang yang diemban sebagai Kepala Daerah.
Menurut HAW Wijaya (2003 hal:155) Suatu laporan yang dibuat dan dipertanggungjawabkan dalam suatu forum tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, dengan demikian laporan pertanggungjawaban adalah suatu pertanggungjawaban pelaksanaan tugas yang dilakukan selama jangka waktu ditentukan apapun bentuk laporan, mekanisme dan waktu laporan diatur berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan.
Di Indonesia dalam pelaksanaan Pemerintah Daerah khusus Kepala Daerah mengenai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Pemerintah Daerah yaitu sebelum berlakunya Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004. Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD setempat yang memuat tentang tugas dan wewenang yang dimiliki oleh Kepala Daerah. Artinya dalam hal ini Kepala Daerah bertanggungjawab pada DPRD.
Sedangkan bila dilihat lebih lanjut pada Undang -Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2000 Tentang Tatacara pertanggungjawaban kepala daerah, mengenai pertanggungjawaban Kepala Daerah yaitu berupa laporan yang disampaikan pada DPRD. Laporan tersebut terdiri dari :
1.   Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran
2.   Pertanggungjawaban akhir masa jabatan
3.   Pertanggungjawaban untuk hal-hal tertentu
Pertanggungjawaban Kepala Daerah dinilai berdasarkan tolok ukur Renstra, dan setiap Kepala Daerah wajib menerapkan Renstra yang dibuat 1 (satu) bulan setelah Kepala Daerah dilantik dan Renstra tersebut ditetapkan dengan Perda (Peraturan Daerah).
Dengan berlakunya Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pertanggungjawaban Kepala Daerah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 dikenal dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ). Hal ini berbeda dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah sebelumnya yang dikenal dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Pasal 27 ayat (2) Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur “Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Daerah mempunyai kewajiban pula untuk memberikan laporan daerah mempunyai kewajiban pula untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah dan memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat”.
Ketentuan ini mengamanatkan bahwa seorang Kepala Daerah diberikan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan atas penyelenggaraan pemerintah di daerah kepada Pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Pusat) serta memberikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD yang bersangkutan.
Kemudian lebih lanjut dikatakan pula pada Pasal 27 ayat (2) “Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan pada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalaui Gubernur untuk Bupati/Walikota satu kali dalam satu tahun”.
Apabila dilihat hal tersebut bahwa dengan berlakunya Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Pemerintah Pusat yaitu Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri serta Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Sedangkan pertanggungjawaban pada DPRD hanya berupa keterangan yang tidak mempunyai sanksi hukum.
Untuk lebih jelasnya, laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap pelaksanaan pemerintahan di daerah menurut Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ). Jika dilihat dari pengertian laporan tersebut adalah segala sesuatu yang dilaporkan, berita yang dipertanggungjawabkan perbuatannya, bertanggungjawab sesuai dengan yang dipertanggungjawabkan. (Yus Badudu dkk, 1999 hal:757)
Sedangkan keterangan yaitu menjelaskan sesuatu supaya jelas, sehingga dapat dijelaskan bahwa laporan pertanggungjawaban merupakan sesuatu yang dilaporkan yang menjelaskan sesuatu pertanggungjawaban kepada DPRD. (S. Wojowasito, 1999 hal:412).
Jadi substansi yang disebutkan dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengenai pertanggungjawaban Kepala Daerah yaitu Laporan Keterangan Pertanggungjawaban dalam hal ini adanya penggunaan kata keterangan jelas sekali menunjukkan disini hanya memberikan keterangan atau penjelasan saja.
Karena sifatnya hanya memberikan penjelasan maka tidak bisa ditolak ataupun diterima. Hal ini secara jelas menunjukkan perbedaan mengenai pertanggungjawaban pada undang-undang Pemerintah Daerah sebelumnya.
Demikian pula karena sifatnya memberikan penjelasan atas penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta pelaksanaan APBD, dalam penyampaiannya dilakukan secara menyeluruh terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki oleh Kepala Daerah dalam laporan keterangan pertanggungjawaban yang diatur oleh Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam hal ini tidak bisa ditolak atau diterima oleh DPRD karena sifatnya hanya keterangan. Begitu pula tidak dapat dijadikan tolok ukur untuk pemberhentian Kepala Daerah atas laporan keterangan pertanggunjawaban tersebut.

3.      Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Rakyat.
Kewajiban Kepala Daerah tidak hanya memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tetapi juga wajib memberikan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat sebagai aturan pelaksanaannya. Pada dasarnya Kepala Daerah bekerja untuk kesejahteraan rakyak sebagaimana amanat Undang - Undang Dasar 1945.
Oleh karena itu agar masyarakat luas mengetahui kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka akan diuraikan aturan hukum yang menguraikan tentang kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kepada masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 27 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi:
(1)   Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban:
a)      memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b)      meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c)      memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
d)     melaksanakan kehidupan demokrasi; (Yang dimaksud dengan kehidupan demokrasi dalam ketentuan ini antara lain penyerapan aspirasi, peningkatan partisipasi, serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat).
e)      menaati dan menegakkan seluruh peraturan per-undang-undangan;
f)       menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
g)      memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;
h)      melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
i)        melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah;
j)        menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah;
k)      menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
(2)   Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Peme-rintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyeleng-garaan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Penjelasan: yang dimaksud dengan menginformasikan dalam ketentuan ini dilakukan melalui media yang tersedia di daerah dan dapat diakses oleh publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)   Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/ Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4)   Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan per-undang undangan.
(5)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Oleh karenanya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hanya diwajibkan memberikan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (2) yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat sebagai aturan pelaksanaannya.
Di dalam Pasal 1 angka 10 Nomor 3 Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 2007 menyebutkan arti dan definisi Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Sedangkan dalam pasal 27 dicantumkan segala sesuatu terkait dengan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tersebut sebagai berikut:
(1)   Kepala daerah wajib memberikan informasi LPPD kepada masyarakat melalui media cetak dan/atau media elektronik.
(2)   Informasi LPPD kepada masyarakat disampaikan bersamaan dengan penyampaian LPPD kepada Pemerintah.
(3)   Muatan informasi LPPD merupakan ringkasan LPPD.
(4)   Masyarakat dapat memberikan tanggapan atas informasi LPPD sebagai bahan masukan perbaikan penyelenggaraan pemerintahan.
(5)   Tata cara penyampaian informasi dan tanggapan atau saran dari masyarakat atas LPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Dengan menyampaikan ILPPD kepada masyarakat bersamaan dengan penyampaian LPPD kepada Pemerintah, maka dapat diartikan Kepala Daerah tersebut telah memenuhi kewajibannya kepada masyarakat dan kepada Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Atau dengan kata lain Kepala Daerah tersebut telah memberikan hak masyarakat dan sebagai wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerahnya yang diberikan oleh masyarakat pada waktu Pemilihan Kepala Daerah.
Dalam peraturan perundangan disebutkan bahwa masyarakat dapat memberikan tanggapan terhadap ILPPD yang diterimanya dari Kepala Daerah sebagai umpan balik atau masukan bagi Kepala Daerah dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya pada periode berikutnya. Dengan demikian akan terjalin komunikasi intensif antara masyarakat dan Kepala Daerah yang pada gilirannya nanti akan berakibat meningkatnya peranserta masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Akan tetapi banyak Kepala Daerah, baik Gubernur, Bupati maupun Walikota yang kurang memperhatikan arti pentingnya penyampaian ILPPD kepada masyarakat. Kebanyakan mereka lebih condong untuk menyampaikan LPPD kepada pemerintah, padahal yang memilih seseorang menjadi Gubernur, Bupati maupun Walikota adalah rakyat di daerah yang bersangkutan dan bukanlah pemerintah.
BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Tuntutan otonomi daerah juga menghendaki adanya kemampuan pimpinan dalam meningkatkan kemandirian daerah, pengembangan kebersamaan antara semua elemen masyarakat, peningkatan kualitas dalam komunikasi dan sikap, berusaha melakukan pengurangan pemborosan, menciptakan kepuasan kerja, penurunan pembiayaan yang dianggap kurang bermanfaat, mendorong peningkatan produktivitas masyarakat di semua sektor kehidupan usaha, peningkatan suasana kerja yang kondusif, mendorong ketertibatan pegawai dalam setiap aktivitas kerja secara maksimal, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap pembangunan daerah.
Dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Pemerintah Pusat yaitu Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri serta Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Sedangkan pertanggungjawaban pada DPRD hanya berupa keterangan yang tidak mempunyai sanksi hukum.
            Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hanya diwajibkan memberikan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (2) yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat.

2.      Saran
Pada era otonomi ini masyarakat harus bertindak untuk mencapai kesejahteraan sebagaimana terdapat pada Undang – Undang Dasar 1945. Utamanya kaum intelektual yang mana dapat melihat kepemimpinan yang baik untuk Negara Indonesia tercinta ini. Perlu keberanian dari rakyat untuk menuntut pemerintah yang bertindak tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Untuk para pemimpin jangan dilupakan rakyat yang telah memilih untuk mewakilinya. ILPPD merupakan kewajiban Kepala Daerah dan hak masyarakat, maka dengan sendirinya masyarakat akan dapat menuntut haknya kepada Kepala Daerah atas keterlambatan penyampaian ataupun tidak disampaikannya ILPPD tersebut dengan disertai atau tidak disertai tuntutan ganti rugi.
Oleh karena itu diharapkan agar setiap Kepala Daerah untuk memperhatikan penyampaian ILPPD kepada masyarakat agar tepat waktu sebagaimana diatur dalam perundang-undangan untuk menghindari adanya tuntutan hukum dari masyarakat didaerahnya.


















DAFTAR PUSTAKA

Undang – Undang Dasar 1945.
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Undang – Undang  Nomor 32 Tahun 2004.
Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 2007.
Siagian, S.P, 1994,Teori dan praktek kepemimpinan, Rineka cipta, Jakarta
Kartono Kartini. 1986. Pemimpin dan Kepemimpinan. CV. Rajawali Press. Jakarta
Thoha, Miftah, 1994. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Handayaningrat, Soewarno, 1984, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen CV. Haji Masagung,Jakarata.
J. Kaloh, 2002, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Rineka Cipta, Jakarta.
Wijaya, 2003, HAW. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli Bulat Dan Utuh. Rajawali Pers Jakarta.
Suny Ismail, 1983, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif. Aksara Baru, Jakarta 1983.
Badudu Yus dkk, 1999, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
Wojo Wasito, 1999, Kamus Bahasa Indonesia Dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Pustaka Sinar Harapan. Malang.





Tidak ada komentar :

Posting Komentar