Kamis, 30 Oktober 2014

Materi Hukum Koperasi



KOPERASI
Secara umum koperasi dipahami sebagai perkumpulan orang yang secara sukarela mempersatukan diri untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi mereka, melalui pembentukan sebuah perusahaan yang dikelola secara demokratis.
Perkumpulan koperasi pada zaman kemerdekaan telah di atur dalam perundang – undangan sendiri, yang pertama kali yaitu undang – undang No.79 tahun 1958 yang di undangkan pada tanggal 27 oktober 1958 dalam L.N. No. 139/58. Dengan diundangkannya UU No.79 tahun 1958, di cabut berlakunya:
a)      Regeling Cooperative Verenigingen 1949 dalam Ordonansi 7 juli 1949 ( Staatsblad No.179).
b)      Algemene op de Cooperative Verenigingen dalam Ordonansi 11 Maret 1933 (Staatsblad No.108), UU No.79 tahun 1958 disesuaikan dengan UUD Sementara 1950 Pasal 38 (sama dengan Pasal 33 UUD 1945), dengan berasaskan kekeluargaan (gotong royong), dan bertujuan memperkembangkan kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan kesejahteraan masyarakat dan daerah bekerjanya pada umumnya.[1]
Dasar pembentukan koperasi terkait dengan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa “perekonomian disusun berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Asas kekeluargaan ini sering dikaitkan dengan koperasi, sebab asas pelaksanaan usaha koperasi adalah kekeluargaan. Pengkoperasian itu sendiri telah diatur di dalam Undang-Undang dan juga telah banyak mengalami penyempurnaan hingga yang terakhir ini yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012. Itu menunjukkan komitmen Pemerintah dengan koperasi, yaitu pemerintah telah menata regulasi pengkoperasian Indonesia dengan Undang-Undang awal hingga Undang-Undang akhir.
Koperasi menurut perundang – undangan adalah badan usaha yang beranggotakan orang – seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas kekeluargaan.

Berdasarkan definisi diatas dapat dikemukakan bahwa berdirinya suatu koperasi harus berdasarkan atas kekeluargaan dan prinsip – prinsip koperasi. Adapun prinsip – prinsip Koperasi tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b)      Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c)      Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing – masing anggota;
d)     Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal ; dan
e)      Kemandirian.
Berdasarkan prinsip yang telah dikemukakan diatas, maka akan lebih jelas pula fungsi dan peran dari suatu badan hukum Koperasi, Fungsi dan peran adalah:
a)      Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya serta masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b)      Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
c)      Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;
d)     Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Menurut ketentuan perundang – undangan yang berlaku, suatu koperasi dapat didirikan dengan berbentuk koperasi primer dan koperasi sekunder. Yang di maksud koperasi primer adalah suatu koperasi yang di bentuk, di mana anggota yang terlibat sekurang – kurangnya terdiri atas 20 orang, sedangkan koperasi sekunder adalah suatu koperasi yang merupakan gabungan dari beberapa koperasi, dimana anggota yang terlibat sekurang – kurangnya terdiri atas 3 koperasi[2]. Koperasi yang akta pendiriannya disahkan menurut ketentuan undang undang ini adalah Badan Hukum (Pasal 41). Dengan demikian, pendirian suatu koperasi harus di buat suatu akta. Dan dalam suatu akta yang telah dibuat oleh mereka yang membuatnya haruslah memuat Anggaran Dasar Koperasi.
Dalam anggaran dasar antara lain memuat:
a.       Nama Koperasi, tempat kedudukan dan daerah bekerja sama;
b.      Maksud dan tujuan ;
c.       Ketegasan usaha;
d.      Syarat – syarat keanggotaan;
e.       Ketetapan tentang permodalan
f.       Peraturan tanggungan anggota;
g.      Peraturan tentang pimpinan koperasi dan kekuasaan anggota;
h.      Penetapan tahun buku;
i.        Ketentuan tentang sisa hasil perusahaan pada akhir tahun buku;
j.        Ketentuan soal sisa kekayaan bila koperasi dibubarkan.
Hal ini di atur dalam 7 ayat 1 sub b UU No 79 Tahun 1958. Sayang sekali yang di atur dalam pasal 7 ayat1 sub b ini tidak terdapat dalam UU No.12 tahun 1967. Hanya dikatakan, bahwa anggaran dasar tidak boleh bertentangan dengan UU Koperasi ini (Pasal 43 ayat 1). Untuk mendapatkan Status badan Hukum, para pendiri koperasi harus mengajukan akta pendirian kepada pejabat dengan disertai:
a)      Akta pendirian yang dibuat dalam rangkap dua, satu diantaranya bermaterai.
b)      Petikan Berita Acara tentang jumlah anggota dan nama mereka yang diberikan kuasa untuk menandatangani akta pendirian (pasal 44 ayat 1).
Pejabat kemudian memeriksa dan jika pejabat berpendapat bahwa isi akta pendirian itu tidak bertentangan dengan UU koperasi, pejabat memerintahkan pendaftaran akta pendirian tersebut dengan memakai nomor urut dalam buku Daftar Umum yang disediakan untuk keperluan itu pada Kantor Pejabat (pasal 44 ayat 3).
Tanggal pendaftaran akta pendirian itu berlaku sebagai tanggal resmi berdirinya Koperasi tersebut dan sejak tanggal resmi berdirinya Koperasi tersebut dan sejak tanggal pendaftaran sebagai dimaksud dalam pasal 44 ayat 3, koperasi yang bersangkutan memperoleh kedudukan sebagai Badan Hukum, sehingga segala hak dan kewajiban yang timbul serta ikatan yang di adakan atas namanya sebelum tanggal pendaftaran tersebu, seketika itu beralih kepadanya (pasal 45). Selanjutnya, dalam hubungan hukumnya dengan pihak ketiga, pejabat mengumumkan pengesahan Koperasi itu di dalam Berita Negara ( Pasal 44 ayat 7).
Kewenangan Badan Hukum Koperasi ini, ialah dapat melakukan perbuatan perbuatan menurut hukun perdata dan hukun dagang. Disamping itu, juga dapat melakukan perbuatan – perbuatan menurut hukum adat dengan orang orang disana badan – badan yang takluk pada hukum adat ( pasal 10 ayat 2 UU No 79 tahun 1958). Ketentuan demikian tidak kita temukan dalam Undang –Undang  Pokok – pokok perkoperasian Nomor 12 tahun 1967. Padahal yang demian itu sangat penting untuk memberikan ruang gerak yang luas kepada Koperasi dalam menjalankan usahanya terutama untuk menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan – perbuatan hukum menurut KUH perdata dan KUH Dagang dan disamping itu dapat membeli dan memiliki tanah menurut hukum adat.
Yang agak istimewa pada Badan hukum Koperasi, ialah mengenai pertanggungjawaban terhadap pihak ketiga. Disini dikenal pertanggungjawaban perseorangan para anggota disamping pertangungjawaban badan hukum itu sendiri dengan harta kekayaan yang terpisah[3].
Berdasarkan pembentukannya dapat dikategorikan sebagai badan hukum yang didirikan oleh pemerintah, yang diakui keberadaanya, yang diperbolehkan atau diizinkan keberadaanya, dan yang didirikan dengan maksud tertentu oleh siapa saja.
Maka koperasi termasuk dalam kategori badan hukum yang didirikan dengan maksud tertentu yang termaktub dalam Anggaran Dasar. Dengan menjadinya koperasi sebagai badan hukum, koperasi maka harus terpenuhi syarat sahnya badan hukum yakni cakap untuk memiliki kekayaan yang terpisah dengan anggotanya, serta semua yang dilakukan oleh pengurus atas nama badan hukum koperasi merupakan tanggung jawab dari badan hukum koperasi tersebut. Untuk masalah kapan, syarat-syarat serta ketentuan mengenai perolehan status badan hukum sangat kasuistis tergatung pada ketentuan hukum prosedur yang berlaku.
Koperasi sebagai suatu badan hukum pasti memiliki hubungan hukum dengan subjek hukum lainnya seperti pengurus, anggota, maupun pihak ketiga di luar koperasi. Maka setiap hubungan hukum yang terjadi antara para pihak harus mengacu kepada peraturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Bab III tentang perikatan pada KUH Perdata. Pendirian koperasi merupakan aspek hukum pertama yang terjadi dalam ranah hukum koperasi. Jika akta pendirian yang merupakan perikatan tersebut tidak mengikuti ketentuan syarat sah perjanjian sebagaimana Pasal 1320 – 1337 KUH Perdata maka koperasi tersebut pada saat pendiriannya tidak memiliki dasar hukum sebagai badan hukum. Maka disini aspek hukum perikatan haruslah terpenuhi dalam pendirian koperasi.
Sebagaimana umumnya badan hukum lainya. Koperasi juga mempunyai anggota. Anggota Koperasi adalah sekaligus pengurus jasa Koperasi. Yang dapat menjadi anggota Koperasi adalah setiap warga Negara Indonesia yang mampu tindakan hukum. Dalam keanggotaan suatu Koperasi ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu:
a)      Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi;
b)      Keanggotaan koperasi dapat diperoleh atau diaakhiri sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar;
c)      Keanggotaan koperasi dapat di pindahtangankan.
d)     Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap koperasi.
Disamping prinsip – prinsip diatas, setiap anggota koperasi mempunyai hak dan kewajiban. Adapun yang menjadi hak dan kewajiban setiap anggota koperasi adalah:
a.       Kewajiban
1.      Mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;
2.      Berpartisipasi dalam kegiatan yang di selenggarakan oleh koperasi;
3.      Mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas dasar kekeluargaaan.
b.      Hak
1.      Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan sesuatu dalam Rapat anggota;
2.      Memilih dan atau dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas;
3.      Meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam ketentuan Anggaran Dasar;
4.      Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar Rapat Anggota, baik di minta maupun tidak di minta;
5.      Memanfaatkan Koperasi dan mendapatkan pelayanan yang sama antara sesame anggota;
6.      Mendapat keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar[4].
Rapat Anggota adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota koperasi dan merupakan kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi. Dalam rapat anggota, setiap anggota mempunyai hak suara yang sama yaitu, satu anggota satu suara. Ketentuan Rapat Anggota :
a)      Harus diselenggarakan minimal satu tahun sekali;
b)      Ditentukan jumlah kuorum, fungsi dan wewenang rapat anggota;
c)      Perlu diatur ketentuan yang membedakan antara rapat anggota dan rapat anggota luar biasa;
d)     Rapat Anggota merupakan perwujudan dari karakteristik koperasi, yaitu anggota sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi.
Pengurus adalah pelaksana dari amanah para anggota yang diputuskan dalam Rapat Anggota. Pengaturan pengurus meliputi antara lain : persyaratan, tugas, kewajiban dan wewenang serta masa jabatan pengurus. Ketentuan lain pengurus koperasi adalah:
a.       Pengurus dipilih dari dan oleh anggota dalam RA;
b.       Pengurus tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pengurus lain dan pengawas;
c.        Jumlah Pengurus gasal;
d.      Mempunyai wewenang antara lain :
·         Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
·         Menerima atau menolak anggota sesuai Anggaran Dasar;
·         Mengangkat dan memberhentikan pengelola usaha.
e.       Bertanggungjawab atas kegiatan pengelolaan kelembagaan dan usaha koperasi kepada anggota melalui RA;
f.       Kualitas pengurus sangat mempengaruhi keberhasilan koperasi dalam mencapai tujuannya.
Secara ideal selayaknya anggota koperasi sebagai pemilik dapat melakukan pengawasan terhadap jalannya koperasi, namun dalam pelaksanaannya secara spesifik fungsi pengawasan dalam koperasi dilakukan oleh Pengawas. Dalam Anggaran Dasar yang diatur antara lain : Persyaratan, masa jabatan, tugas, kewajiban dan wewenang Pengawas. Ketentuan lain mengenai pengawas koperasi adalah :
1.        Diangkat dari anggota,
2.        Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Pengawas lain dan pengurus,
3.        Paling sedikit telah menjadi anggota koperasi selama 1 (satu) tahun,
4.        Bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi,
5.        Berwenang meneliti catatan yang berkaitan dengan organisasi, keuangan dan usaha koperasi.
Pengelola koperasi diangkat oleh pengurus berdasarkan kebutuhan koperasi. Pengelola koperasi bertugas untuk mengelola usaha koperasi dan dapat disebut dengan istilah Manager, Direksi atau Kepala Unit Usaha. Ketentuan-ketentuan pengangkatan pengelola koperasi :
1.        Rencana pengangkatannya harus terlebih dahulu mendapat persetujuan RA,
2.        Hubungan dengan Pengurus berdasarkan suatu perikatan atau perjanjian yang memuat sekurang-kurangnya:
·         Lamanya perjanjian kerja,
·         Hak dan kewajiban masing-2 pihak,
·         Penyelesaian perselisihan,
3.        Apabila salah seorang anggota pengurus diangkat menjadi pengelola, maka anggota pengurus ybs melepaskan diri dari jabatannya sebagai pengurus,
4.        Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus.
Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari:
a.       Simpanan pokok;
b.      Simpanan wajib;
c.       Dana cadangan;
d.      Hibah.
Sedangkan modal pinjaman dapat berasal dari:
a.       Anggota;
b.      Koperasi lainya dan atau anggotanya;
c.       Bank dan lembaga keuangan lainya;
d.      Penerbitan obligasi dan surat hutang laina;
e.       Sumber lain yang sah[5].
Mengingat koperasi adalah Badan Hukum yang tidak merupakan konsentrasi modal, dimana kekayaan koperasi itu sendiri (yang terpisah) yang didapat dari iuran dan simpanan tidak begitu besar jumlahnya. Oleh karenanya, untuk menarik dan menjamin pihak ketiga dalam hubungan hukumnya dengan koperasi, perlu dan layak adanya pertanggungjawaban perseorangan disamping pertanggung jawaban badan hukum koperasi itu sendiri.
Koperasi membubarkan diri atau dibubarkan harus atas dasar ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan dapat bubarnya Koperasi dan harus benar-benar terbukti baik secara materil maupun menurut hukum tidak diragukan lagi kebenarannya. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Bila Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan menghendaki agar Koperasinya dibubarkan. Pembubaran atas kehendak anggota ada alasan yang cukup kuat, misalnya akan menggabungkan dengan Koperasi lain.
b.      Disamping atas kehendak sendiri, Koperasi dapat pula dibubarkan atas keputusan Pemerintah[6]. Pemerintah dapat membubarkan Koperasi apabila:
·         Terdapat bukti-bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak dapat lagi memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Koperasi yang berlaku;
·         Kegiatan Koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan yang mengganggu lingkungannya;
·         Koperasi yang bersangkutan tidak dapat diharapkan lagi kelangsungan hidupnya dalam memenuhi kebutuhan anggotanya;
·         Tidak menyesuaikan diri dengan Undang-Undang yang baru.
Mekanisme Pembubaran koperasi berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian diatur di dalam BAB XIII tentang Pembubaran, Penyelesaian, dan Hapusnya Status Badan Hukum. Berdasarkan pasal 102 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012, pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a.         Keputusan Rapat Anggota;
b.        Jangka waktu berdirinya telah berakhir;dan/atau;
c.         Keputusan Menteri[7].
Pembubaran koperasi berdasarkan keputusan rapat anggota diatur lebih lanjut dalam pasal 103 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 sampai dengan pasal 111 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 dan berdasarkan pasal 111 tersebut akan diatur lebih lanjut dalam aturan pemerintah, namun hingga saat ini aturan tersebut belum terbit. Disamping itu berdasarkan aturan penutup pada pasal 124 ayat 2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012, yaitu : “Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.”
Tata-cara Pembubaran Koperasi
A.    Pembubaran atas kehendak sendiri.
Langkah-langkah pembubaran koperasi atas kehendak sendiri di laksanakan sebagai berikut:
·         Koperasi yang bersangkutan mengadakan Rapat Anggota Khusus Pembubaran;
·         Pengurus menyampaikan keputusan Rapat Anggota Khusus Pembubaran kepada Pejabat yang berwenang;
·         Setelah menerima permohonan pembubaran dari koperasi yang bersangkutan, pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keputusan pembubaran dan menyampaikan kepada yang bersangkutan
B.     Pembubaran Koperasi atas kehendak Pejabat (Pemerintah)
Pembubaran Koperasi atas kehendak Pejabat ini hanya dilakukan apabila koperasi yang bersangkutan telah benar-benar terbukti menyalahi Undang-Undang yang berlaku dan tidak ada jalan keluar lainnya kecuali dibubarkan. Adapun langkah-langkahnya adalah:
1.      Dilakukan penelitian, apakah Koperasi yang bersangkutan benar-benar telah menyalahi ketentuan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang yang berlaku seperti tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Undang-Undang lagi, kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum/kesusilaan dan tidak dapat diharapkan lagi kelanjutan hidupnya. Disamping dilakukan penelitian, juga terhadap Koperasi yang bersangkutan dilakukan pencatatan-pencatatan atas kekayaan-kekayaan yang ada, Bukti-bukti tentang kekayaan, daftar anggota dan daftar Pengurus hares diamankan. Atas dasar penelitian tersebut, Pejabat yang berwenang untuk membubarkan Koperasi yang bersangkutan mengirimkan surat kepada, Koperasi tersebut tentang maksud pembubaran tersebut.
2.      Pada waktu pemberitahuan dikirimkan kepada Koperasi yang bersangkutan dikirim pula usul pembubaran kepada Pejabat yang berwenang untuk itu. Apabila Koperasi yang akan dibubarkan tersebut karena sesuatu hal tinggal namanya saja, artinya tidak ada pengurus dan anggotanya lagi, maka perlu diadakan pengumuman tentang. maksud pembubaran tersebut. Jika dalam jangka waktu 3 bulan sejak dikeluarkan, surat pengumuman pembubaran tersebut tidak ada keberatan, maka pembubaran dapat dilakukan oleh Pejabat.
C.     Pembubaran atas dasar berlakunya Undang-Undang baru
Apabila ada Undang-Undang Koperasi baru yang menggantikan Undang-Undang Koperasi yang berlaku sebelumnya, maka Koperasi Koperasi yang ada harus menyesuaikan diri. dengan Undang-Undang baru tersebut. Ini berarti bahwa Koperasi Koperasi yang menyesuaikan diri tersebut tunduk kepada Undang-Undang Koperasi yang berlaku barn. Koperasi-Koperasi yang tidak menyesuaikan diri harus dibubarkan sebab berarti tidal- mau tunduk pada Undang-Undang Koperasi yang berlaku: Misalnya dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian, dari jumlah Koperasi yang ada yang menyesuaikan hanya, lainnya dibubarkan. Tata cara pembubaran Koperasi-Koperasi yang tidak menyesuaikan diri tersebut adalah sebagai berikut:
·         Terhadap Koperasi-Koperasi yang ada pada saat berlakunya Undang-Undang barn, dilakukan penelitian setelah jangka waktu penyesuaian habis, apabila dalam jangka wakta yang telah ditentukan ternyata koperasi yang bersangkutan tidak menyatakan diri untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang barn, maka dapat segera diberi tahu tentang maksud Pejabat untuk membubarkannya.
·         Terhadap koperasi-koperasi yang tidak menyesuaikan diri, tidak diberi kesempatan untuk naik banding atas usul pembubaran oleh pejabat. Pejabat yang berwenang setelah jelas-jelas bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak menyesuaikan diri dengan Undang-Undang baru, segera meluluskan permohonan pembubaran yang telah diusulkan.
·         Pengamanan terhadap kekayaan dan lain-lain pada koperasi tersebut harus juga dilakukan.
Apabila seluruh prosedur telah dilaksanakan, maka Pejabat yang berwenang, baru dapat membubarkan Koperasi, baik yang atas permintaan sendiri maupun yang atas kehendak- Pejabat. Untuk bubarnya Koperasi maka Pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Keputusan Pembubaran. Surat Keputusan Pembubaran tersebut harus dicatat dalam daftar Umum di tempat Koperasi yang bersangkutan terdaftar. Karena koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial, maka akibatnya banyak pihak yang tersangkut di dalam pembinaan Koperasi, dan banyak pula pihak yang berkepentingan untuk mengetahui pembubaran Koperasi yang bersangkutan, untuk itu pihak-pihak tersebut harus pula menerima tembusan pembubaran tersebut.
Pada saat semua prosedur pembubaran koperasi sudah dilaksanakan, Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia, dan status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Perserikatan yang terpenting yang diatur dalam KUHD ialah Perseroan Terbatas. Perseroan terbatas diatur dalam paal – pasal 36 sampai dengan 56 KUHD. Jika kita memandang peraturan peraturan ini, dapat di ambil kesimpulan bahwa aturan aturan ini adalah ketinggalan zaman, teruma jika kita bandingkan dengan aturan- aturan di Negara- Negara lai, misalnya di Belanda, dalam tahun 1929 di adakan aturan yang baru[8].
Seiring perkembangan zaman telah di adakan aturan yang baru tentang Perseroan Terbatas yakni Undang – undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang kemudian di perbarui dengan Undang- undang  Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas yang digunakan sampai saat ini. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya[9].
 Dari pengertian di atas pendirian Perseroan Terbatas yakni berproses dari perjanjian yang dibuat dihadapan notaries (pejabat berwenang), dengan ketentuan bahwa setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan tersebut didirikan. Akta pendirian sekurang – kurangnya memuat Anggran Dasar dan keterangan lain sebagai berikut:
a)      Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri;
b)      Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, yang pertama kali di angkat;dan
c)      Nama pemegang dari saham yang telah mengambil bagian saham rincian jumlah saham, dan nilai nominasi atu nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.
Sedang Akta Pendirian itu sendiri tidak boleh memuat:
a)      Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham;dan
b)      Ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

Daftar Pustaka
R.Ali Rido, 2004, Badan hukum dan kedudukan badan hukum perseroan, perkupulan, koperasi, yayasan, wakaf, PT.alumni, Bandung.
Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung.
Susanto, 1982, HUKUM DAGANG DAN KOPERASI, PT.pradnya Paramita.
Undang –Undang  Pokok – pokok perkoperasian Nomor 12 tahun 1967.
Undang -Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


[1] R.Ali Rido, 2004, Badan hukum dan kedudukan badan hukum perseroan, perkupulan, koperasi, yayasan, wakaf, PT.alumni, Bandung, hlm. 99. 
[2]Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 54-55.
[3] R.Ali Rido, 2004, Badan hukum dan kedudukan badan hukum perseroan, perkupulan, koperasi, yayasan, wakaf, PT.alumni, Bandung, hlm. 105.
[4] Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 56.
[5] Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung.hlm 57.
[6]Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 57.
[7] LIhat pasal 102 Undang – undang No.17 tahun 2012.
[8] Susanto, 1982, HUKUM DAGANG DAN KOPERASI, PT.pradnya Paramita, hlm 86.
[9] Pasal 1 ayat ke-1 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[10] Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 50.
[11] pasal 1 ayat ke 2-4 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[12] pasal 1 ayat ke 5-6 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[13] pasal 1 ayat ke 7-8 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[14] pasal 1 ayat ke 9-12 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[15] Susanto, 1982, HUKUM DAGANG DAN KOPERASI, PT.pradnya Paramita, hlm 98.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar