KOPERASI
Secara umum koperasi
dipahami sebagai perkumpulan orang yang secara sukarela mempersatukan diri
untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi mereka, melalui
pembentukan sebuah perusahaan yang dikelola secara demokratis.
Perkumpulan koperasi
pada zaman kemerdekaan telah di atur dalam perundang – undangan sendiri, yang
pertama kali yaitu undang – undang No.79 tahun 1958 yang di undangkan pada
tanggal 27 oktober 1958 dalam L.N. No. 139/58. Dengan diundangkannya UU No.79
tahun 1958, di cabut berlakunya:
a) Regeling
Cooperative Verenigingen 1949 dalam Ordonansi 7 juli 1949 ( Staatsblad No.179).
b) Algemene
op de Cooperative Verenigingen dalam Ordonansi 11 Maret 1933 (Staatsblad
No.108), UU No.79 tahun 1958 disesuaikan dengan UUD Sementara 1950 Pasal 38
(sama dengan Pasal 33 UUD 1945), dengan berasaskan kekeluargaan (gotong
royong), dan bertujuan memperkembangkan kesejahteraan anggotanya pada khususnya
dan kesejahteraan masyarakat dan daerah bekerjanya pada umumnya.[1]
Dasar pembentukan
koperasi terkait dengan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyebutkan bahwa “perekonomian disusun berdasarkan atas asas kekeluargaan”.
Asas kekeluargaan ini sering dikaitkan dengan koperasi, sebab asas
pelaksanaan usaha koperasi adalah kekeluargaan. Pengkoperasian itu sendiri
telah diatur di dalam Undang-Undang dan juga telah banyak mengalami
penyempurnaan hingga yang terakhir ini yaitu Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2012. Itu menunjukkan komitmen Pemerintah dengan koperasi, yaitu
pemerintah telah menata regulasi pengkoperasian Indonesia dengan Undang-Undang
awal hingga Undang-Undang akhir.
Koperasi menurut
perundang – undangan adalah badan usaha yang beranggotakan orang – seorang atau
badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
kekeluargaan.
Berdasarkan definisi
diatas dapat dikemukakan bahwa berdirinya suatu koperasi harus berdasarkan atas
kekeluargaan dan prinsip – prinsip koperasi. Adapun prinsip – prinsip Koperasi
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Keanggotaan
bersifat sukarela dan terbuka;
b) Pengelolaan
dilakukan secara demokratis;
c) Pembagian
sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha
masing – masing anggota;
d) Pemberian
balas jasa yang terbatas terhadap modal ; dan
e) Kemandirian.
Berdasarkan prinsip
yang telah dikemukakan diatas, maka akan lebih jelas pula fungsi dan peran dari
suatu badan hukum Koperasi, Fungsi dan peran adalah:
a) Membangun
dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya serta
masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b) Berperan
serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat;
c) Memperkokoh
perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional
dengan Koperasi sebagai sokogurunya;
d) Berusaha
untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama berdasar atas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Menurut ketentuan
perundang – undangan yang berlaku, suatu koperasi dapat didirikan dengan
berbentuk koperasi primer dan koperasi sekunder. Yang di maksud koperasi primer
adalah suatu koperasi yang di bentuk, di mana anggota yang terlibat sekurang –
kurangnya terdiri atas 20 orang, sedangkan koperasi sekunder adalah suatu
koperasi yang merupakan gabungan dari beberapa koperasi, dimana anggota yang
terlibat sekurang – kurangnya terdiri atas 3 koperasi[2].
Koperasi yang akta pendiriannya disahkan menurut ketentuan undang undang ini
adalah Badan Hukum (Pasal 41). Dengan demikian, pendirian suatu koperasi harus
di buat suatu akta. Dan dalam suatu akta yang telah dibuat oleh mereka yang
membuatnya haruslah memuat Anggaran Dasar Koperasi.
Dalam anggaran dasar
antara lain memuat:
a. Nama
Koperasi, tempat kedudukan dan daerah bekerja sama;
b. Maksud
dan tujuan ;
c. Ketegasan
usaha;
d. Syarat
– syarat keanggotaan;
e. Ketetapan
tentang permodalan
f. Peraturan
tanggungan anggota;
g. Peraturan
tentang pimpinan koperasi dan kekuasaan anggota;
h. Penetapan
tahun buku;
i.
Ketentuan tentang sisa hasil perusahaan
pada akhir tahun buku;
j.
Ketentuan soal sisa kekayaan bila
koperasi dibubarkan.
Hal ini di atur dalam 7
ayat 1 sub b UU No 79 Tahun 1958. Sayang sekali yang di atur dalam pasal 7
ayat1 sub b ini tidak terdapat dalam UU No.12 tahun 1967. Hanya dikatakan,
bahwa anggaran dasar tidak boleh bertentangan dengan UU Koperasi ini (Pasal 43
ayat 1). Untuk mendapatkan Status badan Hukum, para pendiri koperasi harus
mengajukan akta pendirian kepada pejabat dengan disertai:
a) Akta
pendirian yang dibuat dalam rangkap dua, satu diantaranya bermaterai.
b) Petikan
Berita Acara tentang jumlah anggota dan nama mereka yang diberikan kuasa untuk
menandatangani akta pendirian (pasal 44 ayat 1).
Pejabat kemudian
memeriksa dan jika pejabat berpendapat bahwa isi akta pendirian itu tidak
bertentangan dengan UU koperasi, pejabat memerintahkan pendaftaran akta
pendirian tersebut dengan memakai nomor urut dalam buku Daftar Umum yang
disediakan untuk keperluan itu pada Kantor Pejabat (pasal 44 ayat 3).
Tanggal pendaftaran
akta pendirian itu berlaku sebagai tanggal resmi berdirinya Koperasi tersebut
dan sejak tanggal resmi berdirinya Koperasi tersebut dan sejak tanggal
pendaftaran sebagai dimaksud dalam pasal 44 ayat 3, koperasi yang bersangkutan
memperoleh kedudukan sebagai Badan Hukum, sehingga segala hak dan kewajiban
yang timbul serta ikatan yang di adakan atas namanya sebelum tanggal
pendaftaran tersebu, seketika itu beralih kepadanya (pasal 45). Selanjutnya,
dalam hubungan hukumnya dengan pihak ketiga, pejabat mengumumkan pengesahan
Koperasi itu di dalam Berita Negara ( Pasal 44 ayat 7).
Kewenangan Badan Hukum
Koperasi ini, ialah dapat melakukan perbuatan perbuatan menurut hukun perdata
dan hukun dagang. Disamping itu, juga dapat melakukan perbuatan – perbuatan
menurut hukum adat dengan orang orang disana badan – badan yang takluk pada
hukum adat ( pasal 10 ayat 2 UU No 79 tahun 1958). Ketentuan demikian tidak
kita temukan dalam Undang –Undang Pokok
– pokok perkoperasian Nomor 12 tahun 1967. Padahal yang demian itu sangat
penting untuk memberikan ruang gerak yang luas kepada Koperasi dalam
menjalankan usahanya terutama untuk menyelenggarakan perusahaannya dengan
melakukan perbuatan – perbuatan hukum menurut KUH perdata dan KUH Dagang dan
disamping itu dapat membeli dan memiliki tanah menurut hukum adat.
Yang agak istimewa pada
Badan hukum Koperasi, ialah mengenai pertanggungjawaban terhadap pihak ketiga.
Disini dikenal pertanggungjawaban perseorangan para anggota disamping pertangungjawaban
badan hukum itu sendiri dengan harta kekayaan yang terpisah[3].
Berdasarkan pembentukannya dapat dikategorikan sebagai badan
hukum yang didirikan oleh pemerintah, yang diakui keberadaanya, yang
diperbolehkan atau diizinkan keberadaanya, dan yang didirikan dengan maksud
tertentu oleh siapa saja.
Maka koperasi termasuk dalam kategori badan hukum yang didirikan dengan maksud tertentu yang termaktub dalam Anggaran Dasar. Dengan menjadinya koperasi sebagai badan hukum, koperasi maka harus terpenuhi syarat sahnya badan hukum yakni cakap untuk memiliki kekayaan yang terpisah dengan anggotanya, serta semua yang dilakukan oleh pengurus atas nama badan hukum koperasi merupakan tanggung jawab dari badan hukum koperasi tersebut. Untuk masalah kapan, syarat-syarat serta ketentuan mengenai perolehan status badan hukum sangat kasuistis tergatung pada ketentuan hukum prosedur yang berlaku.
Maka koperasi termasuk dalam kategori badan hukum yang didirikan dengan maksud tertentu yang termaktub dalam Anggaran Dasar. Dengan menjadinya koperasi sebagai badan hukum, koperasi maka harus terpenuhi syarat sahnya badan hukum yakni cakap untuk memiliki kekayaan yang terpisah dengan anggotanya, serta semua yang dilakukan oleh pengurus atas nama badan hukum koperasi merupakan tanggung jawab dari badan hukum koperasi tersebut. Untuk masalah kapan, syarat-syarat serta ketentuan mengenai perolehan status badan hukum sangat kasuistis tergatung pada ketentuan hukum prosedur yang berlaku.
Koperasi sebagai suatu badan hukum pasti memiliki hubungan
hukum dengan subjek hukum lainnya seperti pengurus, anggota, maupun pihak
ketiga di luar koperasi. Maka setiap hubungan hukum yang terjadi antara para
pihak harus mengacu kepada peraturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Bab III
tentang perikatan pada KUH Perdata. Pendirian koperasi merupakan aspek hukum
pertama yang terjadi dalam ranah hukum koperasi. Jika akta pendirian yang
merupakan perikatan tersebut tidak mengikuti ketentuan syarat sah perjanjian
sebagaimana Pasal 1320 – 1337 KUH Perdata maka koperasi tersebut pada saat
pendiriannya tidak memiliki dasar hukum sebagai badan hukum. Maka disini aspek
hukum perikatan haruslah terpenuhi dalam pendirian koperasi.
Sebagaimana umumnya badan hukum lainya. Koperasi juga
mempunyai anggota. Anggota Koperasi adalah sekaligus pengurus jasa Koperasi.
Yang dapat menjadi anggota Koperasi adalah setiap warga Negara Indonesia yang
mampu tindakan hukum. Dalam keanggotaan suatu Koperasi ada beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan, yaitu:
a) Keanggotaan koperasi didasarkan pada
kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi;
b) Keanggotaan koperasi dapat diperoleh
atau diaakhiri sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar;
c) Keanggotaan koperasi dapat di
pindahtangankan.
d) Setiap anggota mempunyai kewajiban
dan hak yang sama terhadap koperasi.
Disamping prinsip – prinsip diatas, setiap anggota koperasi
mempunyai hak dan kewajiban. Adapun yang menjadi hak dan kewajiban setiap
anggota koperasi adalah:
a.
Kewajiban
1. Mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;
2. Berpartisipasi dalam kegiatan yang
di selenggarakan oleh koperasi;
3. Mengembangkan dan memelihara
kebersamaan atas dasar kekeluargaaan.
b.
Hak
1. Menghadiri, menyatakan pendapat, dan
memberikan sesuatu dalam Rapat anggota;
2. Memilih dan atau dipilih menjadi
anggota pengurus atau pengawas;
3. Meminta diadakan Rapat Anggota
menurut ketentuan dalam ketentuan Anggaran Dasar;
4. Mengemukakan pendapat atau saran
kepada pengurus di luar Rapat Anggota, baik di minta maupun tidak di minta;
5. Memanfaatkan Koperasi dan
mendapatkan pelayanan yang sama antara sesame anggota;
6. Mendapat keterangan mengenai
perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar[4].
Rapat Anggota adalah rapat yang
dihadiri oleh seluruh anggota koperasi dan merupakan kekuasaan tertinggi dalam
organisasi koperasi. Dalam rapat anggota, setiap anggota mempunyai hak suara
yang sama yaitu, satu anggota satu suara. Ketentuan Rapat Anggota :
a) Harus diselenggarakan minimal satu tahun sekali;
b) Ditentukan jumlah kuorum, fungsi
dan wewenang rapat anggota;
c) Perlu diatur ketentuan yang membedakan antara rapat anggota dan rapat
anggota luar biasa;
d) Rapat Anggota merupakan perwujudan dari karakteristik koperasi, yaitu
anggota sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi.
Pengurus adalah pelaksana dari
amanah para anggota yang diputuskan dalam Rapat Anggota. Pengaturan pengurus meliputi antara lain : persyaratan,
tugas, kewajiban dan wewenang serta
masa jabatan pengurus. Ketentuan lain pengurus koperasi adalah:
a. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota dalam RA;
b. Pengurus tidak mempunyai hubungan
keluarga dengan pengurus lain dan pengawas;
c. Jumlah Pengurus gasal;
d. Mempunyai wewenang antara lain :
·
Mewakili
koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
·
Menerima atau
menolak anggota sesuai Anggaran Dasar;
·
Mengangkat
dan memberhentikan pengelola usaha.
e. Bertanggungjawab atas kegiatan pengelolaan kelembagaan dan usaha koperasi
kepada anggota melalui RA;
f. Kualitas pengurus sangat mempengaruhi keberhasilan koperasi dalam
mencapai tujuannya.
Secara ideal selayaknya anggota
koperasi sebagai pemilik dapat melakukan pengawasan terhadap jalannya koperasi,
namun dalam pelaksanaannya secara spesifik fungsi pengawasan dalam koperasi
dilakukan oleh Pengawas. Dalam Anggaran Dasar yang diatur antara lain :
Persyaratan, masa jabatan, tugas, kewajiban dan wewenang Pengawas. Ketentuan
lain mengenai pengawas koperasi adalah :
1.
Diangkat dari
anggota,
2.
Tidak
mempunyai hubungan keluarga dengan Pengawas lain dan pengurus,
3.
Paling
sedikit telah menjadi anggota koperasi selama 1 (satu) tahun,
4.
Bertugas
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi,
5.
Berwenang
meneliti catatan yang berkaitan dengan organisasi, keuangan dan usaha koperasi.
Pengelola koperasi diangkat
oleh pengurus berdasarkan kebutuhan koperasi. Pengelola koperasi bertugas untuk
mengelola usaha koperasi dan dapat disebut dengan istilah Manager, Direksi atau
Kepala Unit Usaha. Ketentuan-ketentuan pengangkatan pengelola koperasi :
1.
Rencana
pengangkatannya harus terlebih dahulu mendapat persetujuan RA,
2.
Hubungan
dengan Pengurus berdasarkan suatu perikatan atau perjanjian yang memuat
sekurang-kurangnya:
·
Lamanya
perjanjian kerja,
·
Hak dan
kewajiban masing-2 pihak,
·
Penyelesaian
perselisihan,
3.
Apabila salah
seorang anggota pengurus diangkat menjadi pengelola, maka anggota pengurus ybs
melepaskan diri dari jabatannya sebagai pengurus,
4.
Mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada Pengurus.
Modal
koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat
berasal dari:
a. Simpanan pokok;
b. Simpanan wajib;
c. Dana cadangan;
d. Hibah.
Sedangkan modal pinjaman dapat berasal dari:
a. Anggota;
b. Koperasi lainya dan atau anggotanya;
c. Bank dan lembaga keuangan lainya;
d. Penerbitan obligasi dan surat hutang
laina;
e. Sumber lain yang sah[5].
Mengingat
koperasi adalah Badan Hukum yang tidak merupakan konsentrasi modal, dimana
kekayaan koperasi itu sendiri (yang terpisah) yang didapat dari iuran dan
simpanan tidak begitu besar jumlahnya. Oleh karenanya, untuk menarik dan
menjamin pihak ketiga dalam hubungan hukumnya dengan koperasi, perlu dan layak
adanya pertanggungjawaban perseorangan disamping pertanggung jawaban badan
hukum koperasi itu sendiri.
Koperasi membubarkan diri atau dibubarkan harus atas
dasar ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan dapat
bubarnya Koperasi dan harus benar-benar terbukti baik secara materil maupun
menurut hukum tidak diragukan lagi kebenarannya. Adapun hal-hal tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Bila Rapat
Anggota Koperasi yang bersangkutan menghendaki agar Koperasinya dibubarkan.
Pembubaran atas kehendak anggota ada alasan yang cukup kuat, misalnya akan
menggabungkan dengan Koperasi lain.
b. Disamping atas
kehendak sendiri, Koperasi dapat pula dibubarkan atas keputusan Pemerintah[6]. Pemerintah
dapat membubarkan Koperasi apabila:
·
Terdapat bukti-bukti bahwa Koperasi
yang bersangkutan tidak dapat lagi memenuhi ketentuan-ketentuan dalam
Undang-Undang Koperasi yang berlaku;
·
Kegiatan Koperasi bertentangan dengan ketertiban
umum dan atau kesusilaan yang mengganggu lingkungannya;
·
Koperasi yang bersangkutan tidak dapat
diharapkan lagi kelangsungan hidupnya dalam memenuhi kebutuhan anggotanya;
·
Tidak menyesuaikan diri dengan
Undang-Undang yang baru.
Mekanisme Pembubaran koperasi berdasarkan Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian diatur di
dalam BAB XIII tentang Pembubaran, Penyelesaian, dan Hapusnya Status Badan
Hukum. Berdasarkan pasal 102 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2012, pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a.
Keputusan Rapat Anggota;
b.
Jangka waktu berdirinya telah
berakhir;dan/atau;
c.
Keputusan Menteri[7].
Pembubaran
koperasi berdasarkan keputusan rapat anggota diatur lebih lanjut dalam pasal
103 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 sampai dengan pasal
111 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 dan berdasarkan pasal
111 tersebut akan diatur lebih lanjut dalam aturan pemerintah, namun hingga
saat ini aturan tersebut belum terbit. Disamping itu berdasarkan aturan penutup
pada pasal 124 ayat 2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012,
yaitu : “Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.”
Tata-cara Pembubaran Koperasi
A. Pembubaran atas kehendak sendiri.
Langkah-langkah pembubaran koperasi atas kehendak sendiri
di laksanakan sebagai berikut:
·
Koperasi yang bersangkutan mengadakan
Rapat Anggota Khusus Pembubaran;
·
Pengurus menyampaikan keputusan Rapat
Anggota Khusus Pembubaran kepada Pejabat yang berwenang;
·
Setelah menerima permohonan pembubaran
dari koperasi yang bersangkutan, pejabat yang berwenang mengeluarkan
surat keputusan pembubaran dan menyampaikan kepada yang bersangkutan
B. Pembubaran Koperasi atas kehendak Pejabat (Pemerintah)
Pembubaran Koperasi atas kehendak Pejabat ini hanya
dilakukan apabila koperasi yang bersangkutan telah benar-benar terbukti
menyalahi Undang-Undang yang berlaku dan tidak ada jalan keluar lainnya kecuali
dibubarkan. Adapun langkah-langkahnya adalah:
1. Dilakukan
penelitian, apakah Koperasi yang bersangkutan benar-benar telah menyalahi
ketentuan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang yang berlaku seperti tidak
memenuhi ketentuan-ketentuan Undang-Undang lagi, kegiatannya bertentangan
dengan ketertiban umum/kesusilaan dan tidak dapat diharapkan lagi kelanjutan
hidupnya. Disamping dilakukan penelitian, juga terhadap Koperasi yang
bersangkutan dilakukan pencatatan-pencatatan atas kekayaan-kekayaan yang ada,
Bukti-bukti tentang kekayaan, daftar anggota dan daftar Pengurus hares
diamankan. Atas dasar penelitian tersebut, Pejabat yang berwenang untuk
membubarkan Koperasi yang bersangkutan mengirimkan surat kepada, Koperasi
tersebut tentang maksud pembubaran tersebut.
2. Pada waktu
pemberitahuan dikirimkan kepada Koperasi yang bersangkutan dikirim pula usul
pembubaran kepada Pejabat yang berwenang untuk itu. Apabila Koperasi yang akan
dibubarkan tersebut karena sesuatu hal tinggal namanya saja, artinya tidak ada
pengurus dan anggotanya lagi, maka perlu diadakan pengumuman tentang. maksud
pembubaran tersebut. Jika dalam jangka waktu 3 bulan sejak dikeluarkan, surat
pengumuman pembubaran tersebut tidak ada keberatan, maka pembubaran dapat
dilakukan oleh Pejabat.
C. Pembubaran atas dasar berlakunya Undang-Undang baru
Apabila ada Undang-Undang Koperasi baru yang menggantikan
Undang-Undang Koperasi yang berlaku sebelumnya, maka Koperasi Koperasi yang ada
harus menyesuaikan diri. dengan Undang-Undang baru tersebut. Ini berarti bahwa
Koperasi Koperasi yang menyesuaikan diri tersebut tunduk kepada Undang-Undang Koperasi
yang berlaku barn. Koperasi-Koperasi yang tidak menyesuaikan diri harus
dibubarkan sebab berarti tidal- mau tunduk pada Undang-Undang Koperasi yang
berlaku: Misalnya dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perkoperasian, dari jumlah Koperasi yang ada yang
menyesuaikan hanya, lainnya dibubarkan. Tata cara pembubaran Koperasi-Koperasi
yang tidak menyesuaikan diri tersebut adalah sebagai berikut:
·
Terhadap Koperasi-Koperasi yang ada
pada saat berlakunya Undang-Undang barn, dilakukan penelitian setelah jangka
waktu penyesuaian habis, apabila dalam jangka wakta yang telah ditentukan
ternyata koperasi yang bersangkutan tidak menyatakan diri untuk menyesuaikan
dengan Undang-Undang barn, maka dapat segera diberi tahu tentang maksud Pejabat
untuk membubarkannya.
·
Terhadap koperasi-koperasi yang tidak
menyesuaikan diri, tidak diberi kesempatan untuk naik banding atas usul
pembubaran oleh pejabat. Pejabat yang berwenang setelah jelas-jelas bahwa
Koperasi yang bersangkutan tidak menyesuaikan diri dengan Undang-Undang baru,
segera meluluskan permohonan pembubaran yang telah diusulkan.
·
Pengamanan terhadap kekayaan dan
lain-lain pada koperasi tersebut harus juga dilakukan.
Apabila seluruh prosedur telah dilaksanakan, maka Pejabat
yang berwenang, baru dapat membubarkan Koperasi, baik yang atas permintaan
sendiri maupun yang atas kehendak- Pejabat. Untuk bubarnya Koperasi maka
Pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Keputusan Pembubaran. Surat Keputusan
Pembubaran tersebut harus dicatat dalam daftar Umum di tempat Koperasi yang
bersangkutan terdaftar. Karena koperasi sebagai organisasi ekonomi yang
berwatak sosial, maka akibatnya banyak pihak yang tersangkut di dalam pembinaan
Koperasi, dan banyak pula pihak yang berkepentingan untuk mengetahui pembubaran
Koperasi yang bersangkutan, untuk itu pihak-pihak tersebut harus pula menerima
tembusan pembubaran tersebut.
Pada saat semua prosedur pembubaran
koperasi sudah dilaksanakan, Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam
Berita Negara Republik Indonesia, dan status badan hukum Koperasi hapus sejak
tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Perserikatan yang terpenting yang diatur dalam KUHD ialah
Perseroan Terbatas. Perseroan terbatas diatur dalam paal – pasal 36 sampai
dengan 56 KUHD. Jika kita memandang peraturan peraturan ini, dapat di ambil kesimpulan
bahwa aturan aturan ini adalah ketinggalan zaman, teruma jika kita bandingkan
dengan aturan- aturan di Negara- Negara lai, misalnya di Belanda, dalam tahun
1929 di adakan aturan yang baru[8].
Seiring perkembangan zaman telah di adakan aturan yang baru
tentang Perseroan Terbatas yakni Undang – undang Nomor 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas, yang kemudian di perbarui dengan Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan
Terbatas yang digunakan sampai saat ini. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya
disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya[9].
Dari pengertian di
atas pendirian Perseroan Terbatas yakni berproses dari perjanjian yang dibuat
dihadapan notaries (pejabat berwenang), dengan ketentuan bahwa setiap pendiri
perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan tersebut didirikan.
Akta pendirian sekurang – kurangnya memuat Anggran Dasar dan keterangan lain
sebagai berikut:
a) Nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri;
b) Susunan, nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, pekerjaan, yang pertama kali di angkat;dan
c) Nama pemegang dari saham yang telah
mengambil bagian saham rincian jumlah saham, dan nilai nominasi atu nilai yang
diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat
pendirian.
Sedang
Akta Pendirian itu sendiri tidak boleh memuat:
a) Ketentuan tentang penerimaan bunga
tetap atas saham;dan
b) Ketentuan tentang pemberian keuntungan
pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
R.Ali
Rido, 2004, Badan hukum dan kedudukan badan hukum perseroan, perkupulan,
koperasi, yayasan, wakaf, PT.alumni, Bandung.
Johannes
Ibrahim, 2006, hukum organisasi
perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung.
Susanto,
1982, HUKUM DAGANG DAN KOPERASI, PT.pradnya
Paramita.
Undang
–Undang Pokok – pokok perkoperasian
Nomor 12 tahun 1967.
Undang -Undang No 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas
[1]
R.Ali Rido, 2004, Badan hukum dan kedudukan badan hukum perseroan,
perkupulan, koperasi, yayasan, wakaf, PT.alumni, Bandung, hlm. 99.
[2]Johannes
Ibrahim, 2006, hukum organisasi
perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 54-55.
[3]
R.Ali Rido, 2004, Badan hukum dan kedudukan badan hukum perseroan,
perkupulan, koperasi, yayasan, wakaf, PT.alumni, Bandung, hlm. 105.
[4]
Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi
perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 56.
[5]
Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi
perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung.hlm 57.
[6]Johannes
Ibrahim, 2006, hukum organisasi
perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 57.
[7]
LIhat pasal 102 Undang – undang No.17 tahun 2012.
[8]
Susanto, 1982, HUKUM DAGANG DAN KOPERASI,
PT.pradnya Paramita, hlm 86.
[9] Pasal
1 ayat ke-1 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[10]
Johannes Ibrahim, 2006, hukum organisasi
perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 50.
[11] pasal
1 ayat ke 2-4 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[12] pasal
1 ayat ke 5-6 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[13] pasal
1 ayat ke 7-8 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[14] pasal
1 ayat ke 9-12 UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.
[15]
Susanto, 1982, HUKUM DAGANG DAN KOPERASI,
PT.pradnya Paramita, hlm 98.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar