Saat ini telah banyak yang mengenal bahkan mungkin
memakai baju batik bola. Bentuknya sangat unik, yaitu campuran antara desain
batik dengan logo sebuah klub sepak bola di Eropa, ada Real Madrid, Barcelona,
Juventus, Manchester United, dan sebagai. Tidak hanya club luar negeri, klub
dalam negeripun ada seperti persebaya; bahkan batik dengan logo negarapun ada,
seperti Inggris, Italia dan sebagainya. Batik bola tersebut menjadi fenomena
menarik ditengah masyarakat, khususnya fans sepakbola.
Batik bola
tersebut apabila di lihat dari kacamata desain merupakan perpaduan yang
menarik, karena terdapat perkawinan antara budaya di batik bola. Tetapi
yang menjadi permasalahan adalah HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yang
berupa logo yang didesain menyatu dengan batik.
Dari segi HAKI,
hal tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu pelanggaran apabila pendesain
batik bola tersebut tidak meminta ijin secara tertulis kepada klub atau negara
yang logonya dijadikan satu dengan batik, mengapa demikian?
HAKI didefinisikan sebagai hasil
dari karya dan karsa manusia yang memiliki nilai ekonomi. HAKI sendiri dibagi
menjadi dua bagian yaitu pertama Hak Cipta dan hak terkait, kedua adalah hak
kekayaan industri. Hak Kekayaan Industri terbagi atas merek, desain industri,
desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST), rahasia dagang, perlindungan
varietas tanaman dan paten.
Hak cipta adalah hak eksklusif
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan
gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak
untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang
hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada
umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta
berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau
"ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya
tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya),
komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak
komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain
industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun
hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya
(seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena
hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak
untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Hukum yang mengatur hak cipta
biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu
dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin
terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Di Indonesia, masalah hak
cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini,
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak
cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Paten adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya
tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
(UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1). Sementara itu, arti Invensi dan Inventor
(yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut,
adalah):
·
Invensi adalah ide Inventor yang
dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang
teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
·
Inventor adalah seorang yang secara
sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps.
1, ay. 3)
Kata paten, berasal dari bahasa
inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang
berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters
patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak
eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten
itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan
masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode
tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan
invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli. Yang
menjadi obyek hak paten ialah temuan (invention) yang secara praktis dapat
dipergunakan dalam bidang perindustrian. Itulah sebabnya Hak Paten termasuk
dalam jenis hak milik perindustrian, yang membedakannya dengan Hak Cipta.
Penemuan yang dapat diberikan hak paten hanyalah penemuan baru di bidang
teknologi. Penemuan dimaksud, bisa berupa teknologi yang ada dalam produk
tertentu maupun cara yang dipakai dalam proses menghasilkan produk tertentu.
Sehingga hak paten bisa diberikan pada produk maupun teknologi proses produksi.
Pada akhir-akhir ini tren batik
mulai menjamah kaula muda, hal ini ditandai dengan banyak nya muda-mudi yang
memaki batik sebagai busana “gaul”nya. Hal ini juga ditandai dengan semakin
menjamurnya industri batik berskala rumahan. Dalam hal ini untuk melihat
peluang, banyak pengusaha batik yang berkreasi dengan corak-corak batik yang
tidak biasa, pengrajin menggunakan logo klub sepak bola sebagai corak dari
batik nya. Apa yang dilakukan oleh pengrajin batik yang ada di Indonesia
ini bisa dianggap sebagai perbuatan yang dilarang, dan tercantum dalam
Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten yang pengrajin batik tersebut
melanggar pasal 16 ayat (1) “Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk
melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya. Logo yang dipakai pengrajin batik di Indonesia merupakan logo
sepak bola di Itali yang sudah dipatenkan pada Kantor Paten Eropa atau European
Patent Office. yang mana pada klub-klub sepak yang banyak terdapat di Eropa, merek
klub sepak bola mereka merupakan salah satu pendapatan yang tinggi untuk klub
tersebut. Karena itu banyak yang mendaftarkan nama,logo, dan semua hal yang
berhubungan dengan klub tersebut pada Kantor Paten Eropa atau European Patent
Office.
Pada Undang-undang nomor 19 tahun
2002 tentang Hak Cipta pasal 45 ayat (1) yang berisi “Pemegang Hak Cipta berhak
memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.” Dan apa yang dilakukan
oleh pengrajin batik di Indonesia ini tidak melakukan perjanjian dengan
pemegang Lisensi yaitu klub sepak bola AC Milan untuk pemakain logo klub untuk
kegiatan komrsial atau dijual-belikan (pasal 57 UU hak cipta). Logo klub AC
Milan bisa dikatakan sebagai merek dagang klub tersebut,Merek dagang adalah
merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya. Merek berfungsi sebagai Tanda Pengenal untuk
membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum
lainnya. Dan apa yang dilakukan oleh pengrajin batik di Indonesia bisa dianggap
membingungkan konsumen. Dan juga pastinya merugikan pemilik hak paten yaitu
klub sepak bola AC milan, yang mana AC Milan tidak memperoleh royalti dari apa
yang dihasilkan oleh pengrajin batik indonesia. Dan sebenarnya pihak AC Milan
sebagaimana pihak yang lisensinya digunakan untuk kegiatan komersil berhak
mengajukan gugatan pada pangadilan niaga seperti yang tertuang dalam pasal 117
UU tentang Paten dan pasal 60 UU hak Cipta.
Untuk
fenomena ini, terkait tentang Hak Cipta, dan Merek. Hak Cipta didefinisikan
sebagai hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal
1 UU No.19/ 2002 tentang Hak Cipta) dan ciptaan didefinisikan sebagai hasil
setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni atau sastra (Pasal 1 UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta), dalam
Pasal 12 UU No.19/2002 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa ciptaan yang
dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra termasuk didalamnya
seni rupa dalam bentuk gambar. Merek didefinisikan sebagai suatu tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 UU No. 15/2001 tentang
Merek). Baik Hak cipta, ataupun Merek, masing-masing mempunyai masa
perlindungan. Masa perlindungan hak cipta adalah seumur hidup pencipta ditambah
50 tahun (Pasal 29 UU No.19/2001 tentang Hak Cipta) apabila dimiliki oleh
perorangan, tetapi bila dimiliki oleh suatu lembaga masa perlindungannya adalah
50 tahun (Pasal 30 ayat 3 UU No. 19/2001 tentang Hak Cipta). Masa perlindungan
untuk merek adalah 10 tahun dan setelah itu dapat diperpanjang (Pasal 28 UU
No.15/2001 tentang Merek),
Pada
dasarnya batik bola adalah sebuah karya cipta yang menggabungkan antara batik
dan logo sebuah klub sepak bola dan itu sangat menarik. tetapi yang menjadi
perhatian adalah logo yang ada diantara batik itu. Kita pahami bahwa logo
tersebut identik dengan sebuah klub sepakbola. Maka logo tersebut dapat
dikategorikan sebagai suatu merek terkenal yang harus juga dilindungi oleh
negara walaupun tidak didaftarkan. Kita mengetahui bahwa hukum berlaku secara
teritorial, tetapi ada perlakuan khusus terhadap merek terkenal. Berdasarkan
para yurisprudensi untuk menentukan merek terkenal adalah pertama, merek
tersebut terdaftar di beberapa negara dan kedua merek tersebut jika disurvey ke
konsumen di beberapa negara hasil survey menyatakan bahwa merek tersebut benar
ada. Tanpa didaftarkanpun orang akan tahu bahwa logo tersebut milik dari sebuah
klub terkenal.
Dasar dari pemberian perlindungan
terhadap merek terkenal diatur dalam The Paris Covention for the Protection
of Industrial Property atau yang dikenal dengan Konvensi Paris dan juga
dalam Trade Related Aspects of Intellectual Properties Agreement (TRIPs
Agreement). Konvensi Paris dalam Pasal 6 bis diantaranya mengatur :
“The countries of the Union
undertake, ex officio if their legislation so permits, or at the request of
an interested party, to refuse or to cancel the registration, and to
prohibit the use, of a trademark which constitutes a reproduction, an
imitation, or a translation, liable to create confusion, of a mark considered
by the competent authority of the country of registration or use to be well
known in that country as being already the mark of a person entitled to the
benefits of this Convention and used for identical or similar goods. These
provisions shall also apply when the essential part of the mark constitutes a
reproduction of any such well-known mark or an imitation liable to create
confusion therewith.”
Pasal 16(2) Perjanjian
TRIPS, yang kemudian melengkapi Pasal 6bis Konvensi
Paris di atas mengatur sebagai berikut:
“In determining whether a
trademark is well-known, Members shall take account of the knowledge of the
trademark in the relevant sector of the public, including knowledge in the
Member concerned which has been obtained as a result of the promotion of the
trademark.”
Ketentuan
untuk melindungi merek terkenal di atas berlaku bagi seluruh negara anggota
Konvensi Paris dan penanda tangan Perjanjian TRIPS (the World Trade
Organization’s TRIPS Agreement) termasuk Indonesia yang juga
turut meratifikasi kedua treaty tersebut masing-masing melalui Keppres
No. 15 Tahun 1997 dan Keppres No. 7 Tahun 1994.
Baik
Konvensi Paris maupun Perjanjian TRIPS tidak memberi definisi yang baku
mengenai kriteria merek terkenal ini. Masing-masing Negara anggota bebas
merumuskan kriteria untuk menentukan apakah sebuah merek dapat dikategorikan
sebagai merek terkenal. Mengenai hal ini, UU No. 15/2002 tentang Merek dalam
Penjelasannya melengkapi ketentuan pada Pasal 6 ayat (1) huruf b sebagai
berikut:
“Penolakan Permohonan yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal untuk barang
dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum
masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di
samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena
promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia
yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut
di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan
Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei
guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi
dasar penolakan.”
Dengan mengetahui
bahwa logo sebuah klub dapat dikategorikan sebagai suatu merek terkenal, maka
sebaiknya pendesain ataupun pencipta karya batik bola tersebut mendapatkan ijin
tertulis dari pemilik logo.
Di Indonesia
sendiri terdapat hal perlindungan merk dimana berlaku sebuah sistem first to
file untuk memberikan hak merk. Jadi berdasarkan pada sistem tersebut maka, si
pemilik merk (termasuk pula merk terkenal) diwajibkan untuk mendaftarkan merk
mereka ke Ditjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) guna mendapatkan hak
eksklusif terhadap merk mereka dan memperoleh perlindungan hukum.
Hak
eksklusif tersebut tidak bisa didapatkan jika sang pemilik merk hanya
menunjukkan bukti bahwa dia adalah pemakai pertama terhadap merk tersebut di
Indonesia. Jadi pada sistem tersebut adalah siapa yang duluan mengajukan
permohonan pendaftaran terhadap merk tersebut yang akan diberikan prioritas
mendapatkan pendaftaran merk dan diakui sebagai yang sah!
Penggunaan merk ini diatur oleh
undang-undang
Mengenai
Merk dan Hak Klub Sepak Bola ini diatur juga dalam Undang-undang mengenai merk
dan penggunaannya. Hal tersebut tertuang dalam UU Merk Pasal 3 UU. No. 15 Tahun
2001 mengenai Merk yang menjelaskan bahwa Hak atas Merk merupakan hak eksklusif
yang diberikan oleh Negara ke si pemilik Merk yang SUDAH terdaftar dalam Daftar
Umum Merk dalam jangka waktu tertentu dengan memakai sendiri Merk ataupun
memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan merk tersebut.
Jadi, dapat
dilihat pula bahwa sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, hak untuk merk
tersebut dikatakan SAH apabila memang sudah didaftarkan. Begitupun ada pula
jangka waktu penggunaannya yakni 10 tahun. Maka dari itu, setiap 10 tahun
sekali, seseorang yang memegang satu merk harus memperbaruinya lagi. Jadi,
pemakai pertama tidak menjamin dia memiliki hak dan itupun harus di-update
secara berkala. Mereka yang sudah mendaftar merk tersebut memiliki hak-hak
sebagai berikut:
1.
Melarang pihak lain untuk
menggunakan merk yang sudah didaftarkan tersebut.
2.
Memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakan merk tersebut.
3.
Melisensikan atau mengalihkan kepada
pihak lain hak merk yang dia miliki tersebut
Bisnis Atribut dan Baju Bola
Melihat dari
penjelasan di atas, yang ingin memulai bisnis atribut dan baju bola harus memerhatikan ketentuannya.
Klub-klub sepak bola di Indonesia sendiri telah memiliki hak dan sertifikat
terhadap merk logo mereka.
Untuk itu, sebaiknya
meminta izin kepada pengurus Klub sepak bola tersebut sebelum menjual atribut
sepak bola mereka. Ini dikarenakan pada setiap merk pasti melekat nilai ekonomi.
Pemegang merk, dimana seorang yang menggunakan merk tersebut pada berbagai
desainnya berhak untuk memperoleh royalti.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar